banner 468x60 banner 468x60

HPA Protes Eks Napi Koruptor Terpilih Jadi Ketua MUI

Ramzy
3 Des 2019 21:35
KONTAK KAMI 0 443
2 menit membaca

Ketua Umum DPW HPA Provinsi Banten Ahmad Munji (paling kanan).

CILEGON (SBN) — Ketua Umum DPW Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (HPA) Provinsi Banten Ahmad Munji mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten dan MUI Pusat untuk mempertimbangkan pengesahan SK Ketua MUI Kota Cilegon terpilih. Alasannya, karena Dimyati S. Abubakar yang terpilih sebagai Ketua MUI Kota Cilegon periode 2019- 2024 adalah mantan narapidana korupsi saat memimpin MUI Kota Cilegon.

“MUI itu lembaga terhormat, tempat berhimpunnya para ulama. Idealnya tidak dipimpin oleh koruptor yang pernah makan uang rakyat. Kami sangat prihatin dan sedih jika lembaga sakral tempat berhimpunnya para ulama itu dikotori oleh pemimpin lembaga yang notabene eks narapidana korupsi,” kata Munji, Selasa (3/11/2019).

Munji menegaskan, eks narapidana korupsi adalah musuh negara yang terbukti menggerogoti uang negara dan bangsa. Meski pelakunya telah menjalani hukuman, namun aspek kearifan sosial perlu dipertimbangkan.
Selain itu, kata Munji, ada kejanggalan dalam proses pemilihan Ketua MUI Cilegon yang diselenggarakan pekan lalu. Diduga karena adanya faktor politis dan kepentingan lainnya.

“Kita mengerti dan paham jika musyawarah MUI Cilegon kali ini diduga kuat tidak lepas dari kepentingan dukung mendukung Pilkada Cilegon atau diduga kuat hanya untuk mengamankan aliran dana hibah dan sebagainya,” ungkapnya.

Menurut Munji, mungkin ini pertama kalinya terjadi dalam sejarah dan akan terus dicatat serta diingat oleh generasi yang akan datang.

“Satu-satunya di Indonesia, MUI Kota Cilegonlah yang telah memilih dan dipimpin oleh eks narapidana korupsi yang pernah menggerogoti uang negara,” tutupnya.

Di tempat berbeda, Ketua GP Ansor Kota Cilegon Soleh Syafei menyatakan, sehari sebelum digelarnya Musda MUI, dia bersama rekan ormas lainnya sowan ke Sekretariat MUI dan ditemui oleh Ketua MUI Sayuti Ali dan Sekretaris Panitia Musda Syukri untuk menanyakan mekanisme pemilihan ketua karena menurut Soleh, Musda kali ini momennya ada sebelum Pilkada.

“Hal terpenting yg kami tanyakan adalah mekanisme pemilihan Ketua. Kami puas sebab panitia akan mengacu pada PO MUI No.1 Tahun 2018. Dalam aturan baru itu ketua dipilih oleh formatur yg berjumlah 11 orang. Tapi, di hari pelaksanaan, rupanya panitia tidak konsisten menerapkan PO tersebut. Formatur dipaksa memilih calon yg sudah ditetapkan oleh peserta,” ujarnya.

Soleh melanjutkan, urusan kriteria calon ketua bukan wilayahnya untuk intervensi sehingga hanya mekanisme pemilihanlah yg jadi fokusnya. Yang terpenting baginya, ia sudah mengingatkan kriteria calon ketua saat sowan itu.

“Karena kami merasa di luar ring, jadi upaya yang bisa dilakukan hanya mengingatkan. Namun, jawaban yang kami dapat dari panitia adalah semua orang berhak mencalonkan,” tandas Soleh. (Wawan/Atm)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan