Mediasi Kembali Gagal, Kejati Banten vs Warga Tunggu Putusan Komisioner

Ramzy
3 Jul 2020 14:26
4 menit membaca

SERANG (SBN) – Sengketa informasi publik antara warga Tangerang bernama Gozali dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kamis, 2 Juli 2020, memasuki tahapan sidang ajudikasi dengan agenda pembuktian.

Sidang sengketa informasi bernomor register 111/KI/BANTEN-PS/2020 ini, Kuasa Hukum Gozali, Suhendar dalam persidangan mengatakan, pertama pihaknya ingin mengetahui atas dasar apa Kejati Banten mengeluarkan pendapat hukum yang mengganjal pembuatan SHM ke BPN meski sudah dimenangkan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kedua, ingin mengetahui bentuk fisik surat tersebut. Ketiga, Informasi mengenai apakah surat Kejati itu diketahui sama kejaksaan Agung, kita butuh data resminya. Terakhir, terkait Memorendum Of Understanding (MoU) Kejati dengan Angkasa Pura II,” katanya.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan, Pertama terkait dasar hukum, pihaknya sudah jelaskan dipersidangan bahwa berdasarkan UU kejaksaan nomor 16 tahun 2004 dan berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI terhadap badan-badan publik, Kejati bisa memberikan pertimbangan hukum yang dimohonkan.

“Kedua, terkait surat atau pertimbangan itu bisa diberikan apa tidak, kita bisa berikan jika itu tidak untuk kepentingan khusus.
Tadikan majelis hakim sudah menanyakan ini kepentingannya untuk apa? Ternyata untuk kliennya, sementara kliennya masih proses persidangan perdata di PN Tangerang. Ini yang jadi pertimbangan kami,” katanya.

Ketiga, sambungnya, apakah sudah disampaikan ke Kejagung?, kita sudah sampaikan itu melalui sistem persuratan. setiap surat yang dikeluarkan oleh Kejati pasti sudah disampaikan.

“Untuk masalah ke-4 terkait MoU, karena terbuka untuk umum itu bisa kita berikan. Sebelumnya sudah pernah kita berikan, tapi pemohon tidak mengecek list. Kita belum sempat berikan. Adapun hubungannya dengan angkasa pura, Kejati selaku jaksa pengacara negara ada surat kuasanya, kenapa disitu karena angkasa pura badan publik,” katanya.

Suhendar selaku Pemohon usai persidangan mengatakan, terkait dasar pendapat hukum mengaku sudah diberikan tetapi berupa peraturan jaksa.

“Inikan masih sifatnya umum, yang kita butuhkan berkaitan rangkaian peristiwanya. Jadi peristiwanya, kantor Pertanahan Tangerang itu ketika sudah mendapatkan putusan PTUN serang minta petunjuk. ketika minta petunjuk itu dapatlah pendapat hukum dari kejati, sehingga ditunda. Jadi masyarakat seharusnya sertifikat didapatkan tapi tidak jadi gara-gara pendapat hukum kejati. Jelas ini yang dirugikan pihak kami,” katanya.

Ia menegaskan, putusan PTUN ini sudah inkrah, seharusnya kalau sudah inkrah sudah dilaksanakan, sekalipun ada upaya hukum luar biasa, itu tidak menghentikan pelaksanaan putusan. Lantas mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK), di PK juga kita sudah menang dan sudah selesai semua.

“Jadi akhirnya putusan tersebut sudah inkrah untuk kantor pertanahan untuk membuat sertifikat masyarakat atas nama klien saya, hanya saja masih terganjal oleh suratnya kejaksaan, nah pendapat hukum ini yang kami mintakan yang sampai sekarang belum terbuka. Padahal pendapat hukum ini tidak memenuhi kualifikasi informasi yang dikecualikan, artinya harus terbuka,” katanya.

Ia menambahkan, lalu beberapa bulan kemudian, Kejati yang memberikan pendapat hukum ini tiba-tiba dapat kuasa dari Angkasa Pura II. Ini ada hubungannya tidak? Kata dia, pihaknya butuh penjelasan tersebut.

“Kejati adalah institusi negara. Institusi negara ketika bekerjasama dengan pihak ketiga, harus dituangkan secara tertulis. Setiap penerima negara harus masuk kas negara, tidak boleh diterima perseorangan atau oknum tertentu. kalau diterima perseorangan atau oknum tertentu, dan tidak masuk kas negara maka ini ada penyimpangan,” ucapnya.

Ia juga menanyakan, apa saja yang dikerjasamakan antara Kejati dan Angkasa Pura tersebut, termasuk soal biaya.

“Sebab, Kejati akhirnya mendapat kuasa dari Angkas Pura menggugat di Pengadilan Negeri Tangerang, kita terus bertemu mereka. Pertanyaannya, operasionalnya siapa yang membiayai? Inikan harus terbuka,” jelasnya.

Wakil Komisi Informasi (KI) Banten H Toni Anwar Mahmud mengatakan, kedua pihak tidak memberikan saksi, cukup dengan keterangan persidangan ajudikasi pembuktian tadi. Maka tinggal nunggu putusan majelis komisioner pada tanggal 23 Juli 2020.

“Tetapi, putusan KI menunggu kesimpulan akhir (tertulis) dari para pihak disertai dokumen sampai tanggal 16 Juli 2020, yang nantinya akan digunakan majelis untuk menyusun dalil dan pertimbangan kepada putusan nanti. Apakah nanti akan diberikah keseluruhan, sebagian atau tidak. Kalau tidak puas bisa nanti ke PTUN, dan kalau tidak puas juga ke Mahkamah Agung,” tandasnya.(Hendra/Zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan