Pemprov Banten Diminta Libatkan Masyarakat Pesisir Dalam Penyusunan Raperda RZWP3K

Ramzy
23 Jul 2020 12:08
3 menit membaca

SERANG (SBN) — Perda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) seperti tidak ada halangan dan rintangan. Pemerintah Provinsi Banten terus berupaya agar Perda ini segera disahkan, dengan membentuk tim Pansus periode 2019-2024.

Dengan keinginan dan dorongan dari pemerintah pusat yang diwakili Kementerian Kelautan Perikanan dan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi Banten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Banten, perda ini seperti pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.

Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten, Mad Haer Effendi menilai masih banyak proses yang belum dilalui oleh Pemprov dan DPRD Banten, jika benar pemerintah daerah sudah melalui mekanisme yang ada, kenapa masih ada kendala dan keresahan di masyarakat pesisir dan pulau kecil.

“Kurang lebih 8.000 keluarga nelayan tangkap yang berada di sekitar provinsi Banten kebingungan, karena tempat yang biasa dijadikan tempat bersandar kapalnya sudah tersingkirkan oleh banyaknya pembangunan industri ekstraktif,” katanya, Kamis, 23 Juli 2020.

Ia menambahkan, banyak nelayan seperti di daerah Dadap, Kabupaten Tangerang yang coba dialihkan tempat tinggalnya, dipaksa jauh dari lahan penghidupannya. Banyak juga perubahan di sekitar pesisir Lebak karena kehadiran industri, belum lagi permasalahan kriminalisasi Pulau Sangiang.

“Apa itu belum cukup menjadi bukti bahwa RZWP3K tidak mengakomodir kebutuhan masyarakat pesisir?. Jika memang perda tersebut untuk masyarakat pesisir dan pulau kecil, maka keterlibatan masyarakat pesisir menjadi sebuah keharusan, sesuai amanah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 96 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjamin bahwa, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelasnya.

Menurunya, Peraturan Pemerintah Nomer 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, ia mempertanyakan apakah masyarakat sudah diakomodir partisipasinya.

Putusan MK No. 3 Tahun 2010 mengamanatkan untuk menjamin hak konstitusional nelayan tradisional, di antaranya hak untuk melintas (akses), hak untuk mengelola sumberdaya sesuai dengan kaidah budaya dan kearifan tradisional, dan hak untuk mendapatkan lingkungan perairan yang sehat dan bersih.

“Jika Gubernur Banten bicara Perda RZWP3K ini sudah sesuai amanah, maka masyarakat pesisir dan pulau kecil akan berbicara sedang menjalankan amanah Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila. Akan banyak aktifitas yang terjadi dipesisir Banten, antara lain pembangunan PLTU jawa 9-10, pembangunan pelabuhan-pelabuhan untuk kapal besar (tongkang), serta penambangan di laut Banten. Padahal, UU 1 Tahun 2014 melarang penambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkap Mad Haer.

Jika memang pemerintah pusat dan pemerintah daerah ingin mengelola pesisir dan pulau kecil, sambungnya, maka masyarakat harus dilibatkan dalam penyusunan aturannya. Lihat kondisi alamnya juga, karena beberapa wilayah pesisir Banten ternyata rawan bencana.

“Jangan ada lagi korban, jangan ada ada lagi kesengsaraan. Lihat masyarakat secara dekat, jangan lihat mereka sebelah mata, yang hanya bisa disuruh untuk mengikuti apa maunya pemerintah. Hati-hati dengan aturan yang menyengsarakan,” tandasnya.(Hendra/Zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan