Warga Cilegon Menimbang Kebijakan Wali Kota Soal Usulan Peningkatan Status Jalan

3 menit membaca

CILEGON (SBN) — Kebijakan Pemerintah Kota Cilegon ihwal pelepasan aset Jalan Aat–Rusli (JLS) mendapat pandangan beragam dan perbincangan di tengah masyarakat Kota Cilegon.

Tak ayal komunitas ASC (Akur Sedulur Cilegon) menginisiasi pertemuan bersama elemen masyarakat dari berbagai latar belakang profesi untuk memfasilitasi pro dan kontra pendapat yang kini berkembang di publik.

Salah satu tokoh masyarakat Cilegon, Sunardi, mengatakan bahwa salah satu pertimbangan adanya JLS adalah untuk mengatasi persoalan besar Pemerintah Kota Cilegon, yakni kemacetan lalu lintas dan banjir.

Akan tetapi, adanya JLS itu, bahwa industri membutuhkan infrastruktur baru yang akan digunakan dan bisa dimanfaatkan untuk transportasi khusus, terutama untuk pendistribusian bahan baku dan hasil produksi industri menuju pasar.

Lebih lanjut Sunardi menerangkan, Pemerintah Kota Cilegon dalam hal itu bisa menyumbang dengan dibangunnya JLS untuk mengurai kemacetan. Namun, bagaimana kelanjutan pemeliharaan dan perbaikannya perlu dipikirkan kedepannya.

“Bukan persoalan mendukung atau tidak mendukung, tetapi fungsinya itu yang harus didahulukan. Siapa yang harus bertanggung jawab dengan perawatan dan perbaikannya?” kata Sunardi, Senin (29 Maret 2021) di kediamannya.

Dalam pertemuan itu, Dede Rohana, anggota DPRD Provinsi, turut hadir dan menyampaikan bahwa opini yang berkembang ihwal JLS adalah kurangnya pemahaman saja karena makna penyerahan atau pelepasan dengan peningkatan status jalan itu jauh berbeda.

Menurutnya, Pemerintah Kota Cilegon tidak akan dirugikan jikapun Jalan Aat–Rusli ditingkatkan statusnya menjadi jalan provinsi. Dalam hal PAD dan perizinan kewenangannya masih tetap pada Pemerintah Kota Cilegon dan bukan pada Pemerintah Provinsi.

“Misalnya, Jalan dari Simpang Cilegon hingga Jalan Yasin Beji. Di sana kan ada hotel, mall, tempat hiburan Krakatau Water World (KCC). Tetap saja perizinannya pada Pemerintah Kota,” katanya di salah satu cafe di Cilegon.

Ia menilai, adanya opini yang berkembang bahwa JLS akan dilepaskan atau diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Banten adalah persepsi yang salah karena yang tepat adalah usulan peningkatan status jalan yang memang menjadi aspirasi saat reses yang dia lakukan beberapa bulan lalu.

Meskipun begitu, lanjut Dede, situasi itu adalah hal wajar dan tidak perlu saling menyalahkan. Perlu komunikasi agar tidak terjadi gejolak atas kebijakan tersebut yang justru penting dan bagus agar bisa menjadi komunikasi politik ke depannya.

Ia juga menegaskan, bahwa kebijakan usulan peningkatan status Jalan Kota menjadi Jalan Provinsi tidak perlu mendapat persetujuan dan sosialisasi dari masyarakat, melainkan cukup dari Wali Kota saja.

Evi Silvy Haiz, Praktisi Hukum yang turut hadir menyampaikan, opini yang berkembang saat ini merupakan tidak baiknya publik speaking yang dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga menjadikan persepsi yang salah. Akan tetapi, Masyarakat juga perlu melakukan kritik konstruktif terhadap Pemerintah jika kebijakan yang akan dilakukan tidak pro terhadap kepentingan rakyat.

“Terkait JLS, kita harus memposisikan diri untuk kepentingan orang banyak. Jangan karena Program banyak. Tapi ini untuk kepentingan rakyat, JLS itu kita dukung tetapi dengan kajian yang benar,” tutupnya.

Edi Muhdi Zein, penggagas pertemuan itu menyampaikan bahwa, ASC (Akur Sedulur Cilegon) hanya bersifat memfasilitasi dan memediasi pandangan pro kontra masyakarat yang berkembang di publik, atas kebijakan yang akan di ambil Pemerintah Kota Cilegon. Dan pembahasan itu mungkin akan dilanjutkan ke depannya. (Wawan)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan