Kejati Banten Tetapkan 2 Tersangka Pada Dugaan Penyelewengan Kredit Bank Banten

Redaksi
4 Agu 2022 19:36
2 menit membaca

SERANG (SBN)–Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, menetapkan dua orang tersangka atas dugaan kasus penyelewengan pemberian kredit senilai Rp65 miliar di Bank Banten.

Kedua tersangka itu, SDJ Kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten non aktif dan selaku Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta. Sementara itu,RS Direktur Utama PT. HNM.

Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, penetapan tersangka dilakukan usai penyidik memeriksa 15 orang.

“Diputuskan 2 tersangka dengan SDJ, selaku divisi kredit komersial Bank Banten dan Plt. Kepala Cabang DKI Jakarta tahun 2017. Tersangka kedua dengan RS, selaku Direktur Utama PT. HMN,” katanya.

Kajati menjelaskan, kasus ini bermula pada 25 Mei 2017 saat RS mengajukan permohonan kredit ke Bank Banten melalui Satyavadin Djojosubroto yang menjabat Kepala Divisi Komersial dan Plt Pimpinan Cabang di DKI saat itu.

“Kredit diajukan sebesar Rp39 miliar dengan rincian Kredit Modal Kerja atau KMK sebesar Rp15 miliar dan Kredit Investasi (KI) sebesar Rp24 miliar. Kredit ini diajukan untuk mendukung pembiayaan PT HNM dengan PT Waskita Karya untuk pekerjaan tol di Palembang,” katanya

Pada Juni 2017, SDJ yang juga bertindak sebagai Anggota Komite Kredit mengajukan Memorandum Analisa Kredit atau MAK agar dibahas oleh Komite Kredit Bank Banten. Keputusannya, kredit tersebut disetujui komite termasuk Ketua Komite Kredit yaitu saksi FM sebagai Plt Direktur Utama Bank Banten.

“Ketua Komite Kredit memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT HNM dengan total nilai sebesar Rp 30 miliar terdiri dari KMK sebesar Rp 13 miliar dan KI sebesar Rp 17 miliar,” kata Leonard.

Pada November 2017, PT HM untuk kedua kali mengajukan penambahan plafon kredit dan mendapat persetujuan Rp 35 miliar. Padahal, kata Leonard, pencairan kredit bulan pertama di bulan Juni 2017 lalu pun perusahaan tersebut belum membayar angsuran kredit.

“Kredit modal kerja dan kredit investasi ini katanya tidak tidak memenuhi persyaratan. Sebagai debitur, PT HNM juga tidak memenuhi beberapa syarat. Misalnya, perjanjian pengikat agunan, menyerahkan surat pernyataan telah menyerahkan Collateral Fixed Asset, membuka rekening escrow di Bank Banten, dan menandatangani perjanjian pengikatan agunan,” katanya.

“Perbuatan para Tersangka sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1),” ujarnya.(end)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan