banner 468x60 banner 468x60

Kasus Kekerasan Anak di Tangsel Meningkat Didominasi Pelecehan Seksual

Redaksi
21 Okt 2022 14:45
2 menit membaca

KOTA TANGSEL (SBN) – Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang Selatan (Tangsel)  mencatat, sepanjang Januari-Oktober terdapat 219 kasus kekerasan kepada perempuan dan anak. Angka itu mengalami peningkatan dibandingkan jumlah kasus selama 2021.

Kepala DP3AP2KB Tangsel Khairati menyebut, anak dibawah umur menjadi kalangan yang mendominasi sebagai korban kekerasan dengan kebanyakan kekerasan seksual.

“Ada 219 kasus yang melaporkan dari Januari sampai sekarang. Dari 219 kasus itu, ada 116 khusus kasus anak, lainnya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan dewasa,” terangnya. Jumat, 21 Oktober 2022.

Ia menjelaskan dari 116 kasus itu, 52 di antaranya merupakan kasus pencabulan dan kekerasan seksual.

“jadi, kasus pencabulan terhadap anak cukup banyak mengambil porsi yang terbesar,” jelasnya.

Angka tersebut diketahui mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari Tahun 2021. Dari Januari hingga Desember 2021, jumlah kekerasan anak dan perempuan di Tangsel sebanyak 171 kasus.

Menanggapi hal tersebut, pihaknya menyoroti soal tingginya kasus kekerasan seksual atau pencabulan pada anak dengan pelakunya tidak hanya orang dewasa, tetapi juga kalangan anak-anak.

“Sebab, diantara faktor penyebab tingginya angka kasus kekerasan pada anak yakni paparan media sosial yaitu akses video-video 18 tahun ke atas didapatkan dengan mudah,” terangnya.

Selain itu, lanjut Khairati, pihaknya, masif melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah serta lembaga masyarakat atau perkumpulan warga tentang antisipasi kekerasan seksual pada anak.

Sosialisasi itu setidaknya sudah dilakukan terhadap sekitar 15 ribu anak di Tangsel.

Dia mengakui ada dua sisi mata pisau atas penanganan kasus kekerasan seksual. Satu sisi, semakin banyak warga yang berani melaporkan kasus kekerasan untuk menjalani pemulihan atau dapat menjebloskan pelaku ke penjara.

“Sisi lainnya, tak dipungkiri tergambar bahwa kasus kekerasan jadi sangat banyak. Dia mengatakan berpihak pada sisi keterbukaan pelaporan,” tutupnya.

“Melapor karena akibatnya kalau anak-anak atau perempuan mendapat kekerasan tapi tidak melapor itu efeknya panjang untuk masa depan, bisa menjadi pelaku, bisa menjadi korban yang membuat dia tidak bisa tumbuh kembang dengan baik, bisa juga akan pengaruh psikologis dengan kehidupannya,” ungkapnya.

Jadi dia mengharapkan semakin banyak orang mendapat kekerasan itu mengadu.

“Kita ingin dengan sosialisasi, kasus tidak terjadi dengan catatan kita mempromosikan pencegahan kasus kekerasan,” tutupnya.(zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan