Peringatan Hari Guru, Bukti Kesejahteraan Guru?

waktu baca 3 menit
Senin, 25 Nov 2024 12:35 0 121 Rikhi Ferdian Herisetiana

Oleh: Erna Ummu Aqilah

Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Banyak di antara mereka, yang merayakan dengan antusias.Sebagai ucapan trimakasih di hari spesial ini, para guru mendapatkan kejutan manis dari murid-muridnya bahkan wali murid.

Berbagai bingkisan disiapkan mulai bunga, coklat, tas, sepatu dan lainnya. Semata-mata demi memberikan kebahagiaan kepada para guru, yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan untuk menjalani kehidupan.

Dalam sejarahnya, peringatan Hari Guru Nasional, bermula dari adanya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912. Sebuah wadah bagi semua kepala sekolah, guru desa, guru bantu, dan perangkat sekolah lainnya. Pada tahun 1932, PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Pada tanggal 25 November 1945, PGI menggelar Kongres Guru Indonesia yang pertama, di Surakarta Jawa Tengah. Dengan menghasilkan keputusan, menghapuskan perbedaan suku, ras, agama, politik dan lainnya. Agar bergabung menjadi Indonesia seutuhnya dalam wadah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Melalui Keputusan Presiden no.8 tahun 1945 ditetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional.

Hari Guru Nasional kali ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengambil tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat.”
Dengan ini, berharap kemajuan pendidikan di Indonesia dapat terwujud.

Di sistem kapitalis sekuler saat ini, kesejahteraan guru banyak dipertanyakan. Bagaimana tidak, masih banyak kita saksikan guru yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun, namun nasibnya masih jauh dari kata sejahtera.

Banyak guru honorer yang mendapatkan upah sangat minim, padahal mereka dituntut untuk mencerdaskan bangsa. Tugas yang sangat berat di antaranya, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi, menjaga, mengontrol, melindungi, mengisi raport, dan lain sebagainya. Belum lagi masalah Gonta ganti kurikulum seiring bergantinya Mentri Pendidikan yang membuat bingung para guru, mereka juga diharuskan membuat berbagai laporan. Tak jarang bila berlaku keras sedikit demi mendisiplinkan muridnya, mereka harus berhadapan dengan orang tua, bahkan hukum. Apalagi para guru di pedalaman tentu tantangannya lebih berat lagi.

Inilah tantangan yang dihadapi para guru, di satu sisi mereka dituntut untuk mencerdaskan anak bangsa, namun digaji alakadarnya. Sedangkan berbeda jauh dengan artis yang bergaji fantastis, padahal ada sebagian yang justru merusak moral bangsa. Prilaku yang dipertontonkan seringkali membuat kita mengelus dada. Mereka bergaul bebas, berciuman dengan lawan jenis, tersandung kasus narkoba, berfoya-foya, lgbt, berkata kasar dan perbuatan buruk lainnya. Dengan mudahnya dipertontonkan dan ditiru oleh para penggemarnya.

Sebab dalam sistem sekuler, media tidak lagi menjadi sarana untuk menyampaikan informasi yang mendidik serta memberikan edukasi bagi masyarakat, justru sebaliknya. Sebab yang penting bagi pelaku bisnis, adalah menyediakan hiburan yang laku di tengah masyarakat, meskipun menyimpang asalkan menghasilkan keuntungan yang besar akan terus dijalankan.

Berbeda dengan sistem pendidikan dalam Islam. Negara akan memberikan gaji yang sangat besar kepada para guru. Sebab tugas mulia yang dipikulnya merupakan tumpuan bagi kemajuan negara sekaligus menjadi tonggak peradapan dunia.

Bahkan sejarah mencatat pada masa Daulah Abbasiyah, kala itu dipimpin oleh Harun al-Rasyid, pendidikan mencapai masa keemasan sebab para guru, ulama, dan pendidik lainnya digaji dengan sangat fantastis hingga ratusan juta perbulannya. Bahkan menghargai sebuah karya (buku) dengan menimbangnya, dan menukar dengan emas seberat buku tersebut.

Dengan sejahteranya para guru dan kurikulum berbasis akidah, niscaya mereka akan menjalankan kewajiban semaksimal mungkin, sehingga berhasil melahirkan generasi yang cerdas, tangguh, cakap, sekaligus berakhlak mulia.

Negara menjadikan media sebagai sumber berita dan informasi yang mendidik, bukan sebaliknya, sehingga akan menerapkan sanksi tegas kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran.

Jadi selama masih menjalankan sistem kapitalis sekuler, kesejahteraan guru sulit diwujudkan, juga generasi tangguh, cerdas, kreatif, inovatif unggul, berkarakter sekaligus berakhlak mulia sulit dibentuk, sebab minimnya perhatian pada guru dan abainya terhadap media yang ada. Meskipun setiap tahun diadakan peringatan hari guru tidak serta merta merubah nasibnya. Wallahu alam bishshawwab.

Rikhi Ferdian Herisetiana

LAINNYA