Tak Sebatas Pemalsuan Dokumen, GMNI Menduga Ada Indikasi Suap di Kasus Pagar Laut Tangerang

waktu baca 3 menit
Senin, 21 Apr 2025 19:43 14 Rikhi Ferdian Herisetiana

suarabantennews.com – Aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Tangerang menyatakan kasus pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Tangerang contoh nyata buruknya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

Ahmad Saepul Bahri selaku Ketua Bidang Organisasi GMNI Kabupaten Tangerang berpendapat keberadaan pagar laut yang tidak berizin menggambarkan pemerintah gagal memastikan tata kelola yang baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Khususnya pada masyarakat pesisir utara Kabupaten Tangerang yang menggantungkan hidupnya pada laut guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

“Berbagai dugaan perbuatan melawan hukum dalam kasus pagar laut Kabupaten Tangerang sampai detik ini belum menemukan titik terang,” kata dia kepada wartawan, Senin 21 April 2025.

Menurutnya, perbedaan pandangan hukum antara kejaksaan dan kepolisian menjadi alasan klasik yang menyebabkan kasus ini tidak kunjung sampai dimeja hijau.

Kata dia, hal ini jelas menyita perhatian publik, karena seolah aparat penegak hukum hanya berani menindak keronco-keronconya tapi tidak pernah berani menyentuh dalang intelektualnya.

“Penerbitan alas hak diatas laut, dugaan penerimaan BPHTB  sebesar 60 milyar oleh pemerintah Kab. Tangerang serta tidak adanya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ternyata masih belum cukup untuk membawa kasus ini ke persidangan,” bebernya.

“Hal ini seperti menggambarkan aparat penegak hukum lebih tunduk pada kepentingan borjuasi nasional ketimbang kepentingan nasional,” imbuhnya.

Dalam rilis survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia (Indikator) pada tahun 2024, Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia cenderung menurun meskipun landai.

Tentu hal ini menjadi preseden buruk bagi lembaga penegak hukum di Indonesia. Seharusnya dengan adanya kasus pagar laut di wilayah pesisir utara Tangerang menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan indeks kepercayaan publik terhadap lembaganya masing-masing.

“Perlu diketahui, dalam kasus pagar laut di wilayah Kabupaten Tangerang ada 13 dugaan peraturan yang dilanggar. Diantaranya UU Cipta Kerja, UU Pokok Agraria, UU Kelautan hingga UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil,” bebernya lagi.

Selain itu, ada UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Hak Asasi Manusia, PP perizinan berusaha, permen KKP tentang sanksi administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan, sampai Permen ATR tentang penataan pertahanan di wilayah pesisir.

Kasus pagar laut bukanlah kejahatan biasa, ini adalah kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif. Kuatnya dugaan praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme pada kasus ini seharusnya menjadi perhatian penuh aparat penegak hukum.

“Persoalan pagar laut bukan hanya persoalan pagar biasa, ini adalah persoalan kedaulatan bangsa. Aparat penegak hukum tidak boleh membebek pada pengusaha apalagi sampai mencari suaka,” tandasnya.

Sementara, Ketua Cabang GMNI Kabupaten Tangerang Endang Kurnia mengaku akan mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi kasus pagar laut di perairan Utara Tangerang.

Ia menegaskan, “Asas lex specialis derogat legi generali” merupakan dasar pijakan dalam penegakan hukum. Aturan yang bersifat umum tentunya harus dikesampingkan bila ditemukan ada unsur tindak pidana khusus.

GMNI menduga adanya indikasi suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan korupsi, tidak hanya sebatas pemalsuan dokumen saja.

“Korupsi yang dimaksud adalah menyangkut penyalahgunaan wewenang serta alasan laut bisa dijadikan SHGB/SHM. Dari situ juga bisa ditelusuri adanya suap/gratifikasi terhadap penerbitan sertifikat  yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” tutupnya.

Rikhi Ferdian Herisetiana

LAINNYA