Pilkada Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia, JRDP Ingatkan Bahaya Korupsi

Joe
9 Des 2020 10:55
2 menit membaca

SERANG (SBN) — Hari ini, Rabu (9 Desember 2020), berlangsung pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2020 di 270 daerah di Indonesia. Uniknya, hari ini bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.

Menurut Koordinator Umum JRDP (Jaringan Relawan Demokrasi Pemilu) Ade Buhori Akbar, ini sebuah kebetulan yang unik dan penuh makna. Momen ini dianggapnya tepat untuk mempertimbangkan kembali berapa kepala daerah yang merupakan produk pilkada seperti ini dan terjerat kasus korupsi.

“Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2019 atau sejak kepala daerah dipilih langsung melalui mekanisme pilkada, sebanyak 300 kepala daerah terjerat perkara korupsi. Sebanyak 128 kasus ditangani oleh KPK,” ujar Ade dalam rilis resmi yang diterima SuaraBantenNews pada Rabu (9/12/2020).

Ade melanjutkan, korupsi dan pilkada atau pemilu memiliki keterkaitan langsung karena banyak factor, di antaranya biaya politik yang sangat tinggi dalam pilkada. Biaya politik yang dimaksud meliputi pengeluaran biaya pilkada yang legal (biaya kampanye) dan biaya pilkada ilegal seperti politik uang, mahar parpol, suap penyelenggara, bahkan suap aparat penegak hukum. Biaya politik inilah yang kemudian menjadi pemicu kepala daerah untuk melakukan korupsi.

“Karena itu, momen Pilkada 2020 harus dimaknai sebagai pertanda alam yang ingin memberikan warning kepada masyarakat tentang bahaya laten korupsi. Korelasi kejahatan korupsi dan pilkada sangat lekat karena produk pilkada seperti gubernur, bupati dan wali kota adalah profesi yang sangat potensial untuk melakukan korupsi,” tambahnya.

Ade menganjurkan masyarakat untuk melakukan screening secara ketat terhadap calon-calon kepala daerah yang akan dipilih. Screening bisa dilakukan dengan cara memahami rekam jejak calon sehingga produk pilkada bisa meminimalisir potensi korupsi bagi kepala daerah. Masyarakat harus cerdas karena sistem kita tidak melakukan filter yang kuat terhadap kemungkinan produk pilkada akan berakhir pada masalah korupsi.

“Momentum Hari Anti Korupsi Sedunia yang diperingati bertepatan dengan hari pencobolosan pilkada harus relevan dengan komitmen masyarakat dalam memberantas korupsi,” ujarnya.

Ade menyebutkan faktor lain, yaitu dampak konflik kepentingan antara kepala daerah dan para cukong sehingga dimensi kekuasaan tidak lagi menjadi ruang publik tapi privat. Konflik kepentingan itu terjadi apabila status kepala daerah memiliki keterikatan dengan pelaku-pelaku bisnis. Para cukong inilah yang akan menjadi pengendali ruang kekuasaan sehingga kepala daerah rawan untuk korupsi.

Bukan hanya kepada masyarakat, JRDP juga mengingatkan penyelenggara pemilu, utamanya KPU dan Bawaslu, serta seluruh aparaturnya di daerah, untuk lebih berhati-hati dalam mengelola anggaran pilkada agar tidak terjadi permasalahan hukum di kemudian hari. Menteri Keuangan pada akhir September lalu menyebutkan, anggaran pilkada 2020 adalah sebesar Rp 20,46 triliun. Setiap satu sen penggunaan dana itu, jelas harus dapat dipertanggung jawabkan oleh KPU dan Bawaslu. (Ris/Drk)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan