Indonesia; Antara Pujian dan Cacian

Ramzy
18 Okt 2018 10:41
3 menit membaca

Sudah 73 tahun bangsa Indonesia berdiri kokoh di atas permukaan bumi pertiwi. Roda kehidupan kebangsaan semakin tahun adakalahnya turun dan naik. Dulu pada Orde Baru dinamika kebangsaan baik dari internal kenegaraan maupun eksternal selalu menimbulkan kericuhan, pada waktu soeharto memimpin bangsa indonesia lebih kurang 32 tahun.

Dimana eksploitasi sumber daya alam sangat dasyat. Bahkan negera-negara luar membeli seluruh kekayaan Indonesia, baik itu infrastruktur dan lain sebagainya. Itu selalu saja dikuasai oleh orang asing.
Pertemuan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, yang diselenggarakan selama 6 hari, dan ditutup pada 14/10/2018 lalu (Kompas Tv, 14 oktober 2018), peran Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan ini, mendapat “pujian” dari direktur pelaksana IMF dan Presiden Bank Dunia. Sedangkan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, mengatakan (2018:14) .

“Mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah yang berkesan bagi seluruh peserta.”
Dalam pandangan penulis ketika ada kebaikan di saat yang sama juga ada kejahatan. Begitu pula ketika ada “pujian”, di saat yang sama ada pula cacian. Pada umumnya orang suka dipuji, dan sebaliknya menghindari cacian. But that is human. Padahal, jika dicermati pujian justru bisa menjerumuskan orang ke jurang yang sangat dalam. Sebab, dengan pujian orang bisa lupa diri dan merasa semua yang dilakukan sudah benar sehingga berbangga diri alias sombong atau takabur. Penulis merasakan ada yang tidak beres dengan sebuah pujian IMF dan BANK Dunia.

Menurut Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin, ujub atau sikap menyombongkan diri masuk kategori salah satu penyakit hati. Bahkan dalam uraiannya lebih lanjut, ujub merupakan salah satu penyebab orang tertunda masuk surga kendati telah berbekal amal sholeh yang cukup banyak. Salah satu wujud sikap sombong adalah menganggap orang lain lebih rendah dan tidak pernah mau menggubris nasehat orang lain, karena dirinya merasa paling hebat sehingga tidak perlu masukan orang lain.

Sikap sombong ketika bangsa Indonesia mendapat pujian dalam suatu acara apapun akan mendapatkan sebuah penyakit. Hal ini perlu dihindarkan agar bangsa Indonesia tidak menyombongkan diri ketika mendapat sanjungan, pujian oleh orang lain. Karena itu akan membahayakan bagi bangsa.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah kalimat pendek untuk menjadi renungan warga negara Indonesia secara bersama-sama bahwa “pujian tidak lain merupakan lawan terindah kita. Karena itu, hati-hatilah dengan pujian yang disampaikan orang lain kepada kita. Sebab, jika tidak hati-hati menyikapinya, dari pujian maka kehancuran sebuah negara bakal terjadi. Sebaliknya, dari cacian atau kritikan kita bisa memperbaiki diri. Karena itu, kita semestinya berterima kasih kepada orang yang mencaci atau mengritik kita. Sebab, cacian atau kritikan adalah kawan atau sahabat terindah kita”.

Namun demikian tentu tidak mudah melakukannya. Selamat merenung!

 

Penulis : Arifudin

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan