Dialog Reflektif Konsep Kebermaknaan (Bagian Kesatu)

waktu baca 3 menit
Selasa, 17 Sep 2024 08:26 0 175 Rikhi Ferdian Herisetiana

SuaraBantenNews.Com – Dialog reflektif merupakan tindakan menghitung, menimbang, menakar segala aspek mendasar kedalam bentuk perenungan pribadi, melalui percakapan pengembangan diri yang menumbuhkan kesadaran antar subjek dalam konteks internal kedalaman pandangan pengetahuan secara meditatif, memasuki ruang keheningan personal untuk melakukan pertanyaan mandiri sekaligus mengakar sehingga ditemukan umpan balik yang konstruktif dari kejujuran jawaban terbuka luas secara bebas serta kejernihan pemikiran alternatif seseorang kepada dirinya sendiri.

Ketertarikan penulis memperkenalkan literasi budaya dialog reflektif adalah bagian dari gerakan getaran hati atas fenomena kondisi tercerabut pondasi bahkan terlepasnya segala aspek keluhuran nilai berbagai perspektif mengatasi kehampaan makna, kita secara keseluruhan sebagai warga bangsa yang terhimpun dalam kesatuan keadaban NKRI tercinta, Kemauan berdialog dan Kesadaran bertoleransi antar sesama ini menjadi keniscayaan bagi setiap manusia Indonesia, ketika menemui perbedaan antar kelompok mazhab atau agama masing-masing tidak boleh merasa paling benar apalagi merendahkan yang lain sayangnya, kesadaran seperti ini kita rasakan akhir-akhir ini semakin tergerus (Ahmad Najib 2021)

Pentingnya dialog reflektif adalah upaya memaknai kembali, apakah hidup yang dijalani masih memiliki tempat untuk saling memberi keseimbangan peran bermakna dan peluang kolaboratif di kolong langit, guna mencapai dialog peradaban yang saling memakmurkan antar sesama hidup, dapat penulis berani katakan bahwa hal itu semua tidak mungkin dicapai tanpa ada tahapan yang menguras energi melalui penderitaan dan pencernaan pembacaan pengetahuan yang mengantarkan kepada jalan dialog spritualitas menbuka kesadaran puncak sebagai jalurnya. Ekstase Spiritualitas hanya dapat dirasakan bagi mereka yang telah melampaui pengalaman dialog reflektif proses penderitaan kedalaman rasa sebagai inti kepasrahan kepada Sang Maha Agung Pencipta Semesta Alam,

Bahwa sejatinya, semakin tinggi kecerdasan anda untuk bersyukur, semakin indah hidup Anda. Hal yang paling tidak enak saja, bila dimaknai dengan rasa syukur, bisa menjadi indah. Misteri itu juga perlu anda nikmati yang harus anda maknai Jangan cuma pengetahuan. Ketidaktahuan juga perlu dimaknai. Itu juga Indah luar biasa. Dan, rumus pemaknaan yang paling tinggi adalah kecerdasan bersyukur. (Emha Ainun Najib 2021). Ada beberapa inspirasi yang dikemukakan oleh Kyai Kanjeng Emha Ainun Najib yang dapat dicuplik dari ilustrasi dialog imajiner tulisan reflektifnya yang oleh penulis jadikan referensi untuk melengkapi upaya refleksi tentang konsep kebermaknaan.

Ketika Kambing mengucapkan salam rasa cinta kepada Bebek maka kambing tidak mungkin mengucapkan kata Kwek Kwek agar Bebek dapat menerimanya, yang dia tahu hanyalah bersuara embee…cuplikan imajiner ini cukup menggelitik penulis, sederhana namun memaknainya sangat dalam dirasakan.

Dialog ataupun kajian yang bersifat reflektif tidak memiliki ruang kepastian ala fisika maka cenderung dianggap tidak ilmiah. Dunia Cenderung Menyepakati kegentingan materialisme sebagai penopang kehidupan secara kongkrit objektive positivistik terlalu menekankan pada aspek empiris, mengabaikan dimensi moral, etika, dan nilai-nilai sosial dalam memahami fenomena, serta tidak mampu menjelaskan kompleksitas suatu realita.

Memahami Realitas yang kompleks tentu dapat dijelaskan melalui jalan dialog reflektif secara konsisten, disiplin memusatkan perhatian fokus merumuskan konsep dimensi kebemaknaanya. Kemudian apa yang dapat kita pahami agar mudah menerapkannya dalam realita kehidupan manusia Indonesia…?
Menurut penelitian kesehatan jiwa bahwa kebermaknaan adalah kemampuan setiap individu untuk dapat menikmati kehidupan sehingga memiliki antusiasme *rasa bahagia penuh dengan semangat disebabkan memiliki keyakinan nilai-nilai pandangan hidup positif bahwa dirinya merasa dicintai dan dihargai serta pengakuan diterima oleh lingkungannya*.

Bersambung

Oleh: Andi Irawan
Insan Pembelajar Pemerhati Pendidikan, Budaya, dan Politik

Rikhi Ferdian Herisetiana

LAINNYA