Oleh: Erna Ummu Aqilah
Pernikahan merupakan momen sakral bersatunya dua sejoli, untuk mengikat janji sehidup semati. Peristiwa indah yang tak akan terlupakan. Bahkan menjadi sebuah cita-cita besar sebagian pasangan pengantin, untuk bisa membuat pesta mewah di hari spesial tersebut.
Namun, belakangan ini pernikahan di berbagai negara bahkan Indonesia angkanya semakin menurun. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan di Indonesia dalam enam tahun terakhir mengalami penurunan. Namun terjadi penurunan drastis di tiga tahun terakhir. Di tahun 2023 jumlah pernikahan sebanyak 1.577.255, jika dibandingkan tahun 2022 turun sebanyak 128.000, dan jika dihitung selama tiga tahun terjadi penyusutan 2 juta.
Dari hasil penelitian, penurunan ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya:
-Ekonomi, tingginya biaya hidup dan mahalnya pesta pernikahan disinyalir membuat para calon pengantin menunda pernikahan. Sebab tidak banyak laki-laki memiliki kondisi ekonomi yang mapan, karena sulitnya mencari pekerjaan.
-Mental, kesiapan mental yang belum dimiliki untuk melakukan pernikahan dan menjalankan rumah tangga.Banyak remaja saat ini dalam menjalankan hubungan belum dewasa dalam pemikiran tapi dewasa saat beradegan.
-Prioritas, masyarakat sekarang lebih memilih meniti karir terlebih dahulu, dibandingkan menikah. Sebab menurutnya lebih mudah berkembang ketika masih sendiri. Saat ini perempuan lebih berpeluang mengembangkan bakatnya, sehingga lebih mandiri ketergantungan terhadap laki-laki makin berkurang.
-Sosial, faktor sosial seperti banyaknya kasus perceraian yang terjadi, sehingga anak menjadi korbannya, juga membuat trauma tersendiri untuk memutuskan membina pernikahan.
Itulah beberapa faktor yang memicu masyarakat saat ini enggan menikah atau memilih hidup sendiri. Sehingga angka pernikahan semakin menurun tajam.
Padahal Allah SWT telah berfirman “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan dengan karunia-Nya dan Allah Maha luas pemberiannya lagi Maha mengetahui.”( QS An Nur 32).
Anehnya, penurunan ini berbanding terbalik dengan kemaksiatan yang justru semakin meningkat. Tingginya kasus kriminal semakin menggerus rasa aman dan nyaman.
Sulitnya mencari pekerjaan dan tingginya biaya hidup saat ini juga memicu terjadinya kasus kdrt, perselingkuhan, judi, murtad, mencuri, merampok, menipu, narkotika dan lain sebagainya.
Tidak dapat dipungkiri sistem sekuler kapitalis saat ini, mampu menjauh masyarakat dari agamanya, sehingga dalam berfikir, bertingkah laku tidak lagi merujuk pada aturan Allah SWT.
Masyarakat kapitalis memandang sumber kebahagiaan adalah, dengan diraihnya materi sebanyak-banyaknya. sehingga mereka rela melakukan apa saja demi memuaskan kesenangan fisik semata.
Berbeda dengan pandangan Islam, sumber kebahagiaan adalah ketika diraihnya ridho Allah SWT. Maka dalam berfikir ataupun bertingkah laku senantiasa bersandar pada halal dan haram, sehingga tidak menjadikan materi di atas segalanya.
Islam memandang pernikahan merupakan ibadah seumur hidup. Karenanya untuk memutuskan berumah tangga, bukan hanya soal kesiapan materi belaka. Akan tetapi ada yang lebih utama yaitu kesiapan ilmu.
Inilah yang sering dilupakan sebagian masyarakat, mereka lebih fokus menyiapkan materi demi mewujudkan pesta impian dibandingkan menyiapkan mental dan ilmu untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Sehingga ketika terjadi persoalan yang mendera, mudah untuk mengatasinya.
Ini tidak bisa diwujudkan tanpa adanya dukungan dari keluarga, lingkungan, serta negara. Sebab peran dari ketiganya kunci sukses dalam menjalankan rumah tangga.
Negara berperan menyiapkan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah, sehingga melahirkan generasi yang cerdas, tangguh, cakap, kreatif sekaligus berakhlak mulia.
Juga berkewajiban memastikan setiap individu masyarakat, mampu memenuhi kebutuhan primernya. Yakni dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas luasnya.
Negara juga mengatur media yang ada agar sesuai dengan fungsinya, yakni memberikan informasi dan edukasi bagi masyarakat, bukan sebaliknya. Juga memberikan sanksi tegas terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran, sehingga keamanan dan kenyamanan dapat dirasakan.
Selain itu tak kalah pentingnya, dukungan dari seluruh anggota keluarga dan lapisan masyarakat untuk saling bersinergi demi mewujudkan kesejahteraan bersama.
Bukan acuh tak acuh terhadap yang lainnya.
Sehingga rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah bisa terwujud, dan seluruh anggota keluarga, masyarakat bahkan negara aman, tentram, bahagia selamat dunia akhirat. Wallahu alam bishshawwab.