Seni Mengajar Kelas Virtual

Joe
28 Des 2020 19:16
OPINI 0
5 menit membaca

SUARABANTENNEWS – Selama pandemi Covid-19, kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan di rumah. Pembelajaran tatap muka yang biasanya dilakukan dalam kelas, kini pindah menjadi kelas virtual dan menggunakan media sosial untuk pembelajaran. Guru/dosen harus berjuang untuk mempersiapkan seperangkat teknologi serta jaringan internet agar pengajaran kelas virtual lebih bermakna walaupun di tengah pandemi Covid-19.

Semenjak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran No. 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas dan upaya memutus mata rantai penularan, maka kegiatan belajar-mengajar secara jarak jauh, baik secara daring atau luring yang dilaksanakan di rumah masing-masing.

Bagi seorng guru/dosen, mengajar bukan hanya sekedar kewajiban, tapi juga kecintaan dan ketulusan untuk mendidik peserta didik. Profesi guru/dosen merupakan profesi mulia. Maka, pantaslah jika “pahlawan tanpa jasa” disematkan ke guru/dosen. Ironinya, banyak guru yang sudah mengabdi mengajar puluhan tahun, namun masih belum ada kepastian mengenai status dan kesejahteraanya. Jika bukan karena panggilan cinta untuk mengajar, mungkin tidak ada yang mau menjadi guru.

Menjadi guru bukan sekedar mengajar, tapi juga dibutuhkan beberapa kompetensi dan keterampilan. Mengajar itu adalah seni (teaching is an art). Sebab dibutuhkan keterampilan, kemampuan, komitmen, kecintaan, ketangkasan, bahkan kesabaran tingkat tinggi.

Saat mengajar di dalam kelas, guru/dosen tahu kapan harus memotivasi, bertindak tegas, memberikan tugas, mencairkan suasana dan memperhatikan perkembangan setiap peserta didik. Memahami kompleksitas karakter peserta didik tidaklah mudah dan segala praktek pengajaran mulai dari merencanakan pembelajaran, menguasai materi, metode yang digunakan, hingga melakukan evaluasi pembelajaran. Disitulah letak seni mengajar.

Mengajar tatap mula di kelas dan mengajar kelas virtual mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mengajar kelas virtual secara online di tengah pandemi memang sebuah tantangan dan mempunyai seni tersendiri. Kebiasaan belajar tatap muka di kelas merupakan hal yang biasa guru/dosen lakukan, tapi mengajar di kelas virtual membutuhkan penyesuaian, kesiapan, dan antisipasi dalam menghadapi berbagai gangguan teknis seperti sinyal, perangkat teknologi yang tiba-tiba tidak berfungsi, dan hal teknis lainnya.

Setelah Sembilan bulan siswa dan guru melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bukannya tanpa kendala dan halangan, tentu banyak yang harus dievaluasi. Setidaknya, siswa dan guru sudah mulai beradaptasi dengan pembelajara secara daring dan luring. Mengajar secara online langsung melalui video (Synchronous) dengan google meet, zoom dan bisa juga menggunakan media sosial agar interaksi dan hubungan emotional guru dan siswa semakin dekat.

Menyapa para siswa dalam layar kaca gawai tentu menjadi hal yang berbeda, bahkan bisa saja aneh. Kendati demikian, hal inilah yang harus dilakukan untuk terus mengajar agar tidak terjadi loss learning, dan tidak terjadi penularan di kluster sekolah dan perguruan tinggi. Butuh koordinasi, kerjasama dan kesepakatan untuk membuka sekolah belajar tatap muka di zona merah. Semua pihak yang terlibat, harus ada persetujuan antar kepala sekolah, guru dan komite sekolah, apakah pembelajaran tatap muka dilakukan atau tidak, atau pembelaran secara daring dan luring atau pembelajaran campuran (blended learning).

Sembilan sepuluh bulan pembelajaran online dilakukan, membuat siswa semakin jenuh, bosan dan tidak bergairah untuk belajar hingga mengakibatkan learning loss. Akibatnya, banyak siswa yang putus sekolah dan melonjaknya pernikahan anak gegara anak putus sekolah di masa pandemi. Mereka memilih tidak melanjutkan sekolah dan menikah di usia muda. Agar hal itu tidak terjadi, pembelajaran campuran bagi siswa harus disiapkan. Pembelajaran tatap muka dikelas dengan protokol kesehatan yang super ketat, sebagian pembelajaran dilaksanakan dalam kelas virtual.

Agar siswa tidak bosen dan selalui bergairah dalam pembelajaran online, maka guru harus benar-benar menyiapkan persiapan dengan matang. Guru mendesign pembelajaran, mulai dari pembukaan, penjelasan dan penutup harus benar-benar memberi kesan dan bermakna.

Guru juga perlu mempelajari gaya mengajar ala trainer dan motivator agar kelas virtual terasa hidup dengan ice breaking, games, doorprize, metode yang ber bervariasi hingga siswa tidak merasa bosen, jenuh, monoton, tetapi lebih menyenangkan dan nyaman.

Guru bisa menyulap ruang atau sudut kamar di rumahnya menjadi tempat penyiaran seperti podcast atau penyiaran radio disertai earphone lengkap dengan layar monitor di depan. Layaknya seorang pembaca berita, penyiar, trainer dan motivator kondang yang siap cuap-cuap untuk menyapa dan memberikan motivasi, pengetahuan dan keteladanan kepada seluruh siswa.

Untuk siswa/mahasiswa baru yang belajar di tengah pandemi menjadi hal yang tidak biasa bahkan aneh. Semenjak diterima di sekolah atau kampus baru, belum pernah bertatap muka secara langsung, melainkan hanya jumpa dilayar kaca. Rasa sungkan, grogi, asing menyelimuti siswa/mahasiswa baru di awal pembelajaran. Disinilah peran guru/dosen mencairkan suasana, mengkondisikan kelas virtual sehingga siswa/mahasiswa bisa aktif belajar bersama guru/dosen serta menjadi fasilitator agar siwa/mahasiswa diberikan ruang berdiskusi.

Walaupun berbagai vaksin sudah di datangkan ke Indonesia, namun Covid-19 tetap ada bersama kita dan bisa menularkan bagi yang abai dengan protokol kesehatan. Pembelajaran campuran campuran (blended learning) untuk tetap dilakukan untuk mengantisipasi penularan tidak meluas ke kluster sekolah dan perguruan tinggi. Pembelajaran kelas virtual akan menjadi hal yang biasa bagi siswa/mahasiwa, tergantung bagaimana guru/dosen mengelola kelas virtual agar lebih hidup dan mengasyikkan.

Ke depannya, kelas tatap muka dan virtual menjadi hal yang tidak dipisahkan. Keduanya saling melengkapi dan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Guru/dosen bisa memberikan apresiasi berupa pujian atau doorprize setiap siswa yang selalu hadir dalam kelas virtual. Sehingga siswa merasa kehadirannya merasa dihargai dan ada tempat untuk bisa mengekspresikan segala kreativitasnya.

Siswa yang sering membully melalui media sosial disebabkan kurang mendapat apresiasi dari guru dan orang tuanya. Sehingga siswa yang membully siswa lain di media sosial karena kurang mendapat tempat dan perhatian. Kehadiran siswa di kelas virtual adalah eksistensi diirnya, semacam kebanggaan untuknya dan layak guru/dosen hargai.

Mengajar tatap muka di kelas dan virtual tidak hanya sebagai seni, namun juga tantangan. Bagaimana mengajar kelas virtual bisa diminati dan pelajaran bisa dipahami dengan baik. Di tengah keterbatasan dan kendala di masa pandemi, para pengajar harus bisa bangkit untuk terus mengajar dan mendidik dengan penuh cinta kasih sayang dan menjadi teladan untuk mengantarkan siswa memperoleh pendidikan yang lebih baik.

————————————————————————————————————————————————————————————————————————————–

Penulis : Deni Darmawan, Pengajar dan Ketua Website Lembaga Kajian Keagamaan
Universitas Pamulang (LKK-UNPAM)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan