TANGERANG (SBN) — Banyaknya bangunan liar (Bangli) di bawah exit tol Bitung, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang namun hingga kini belum ada tindakan tegas dan sanksi dari pemerintah. Sesuai dengan Undang-undang 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, pendirian bangunan liar tersebut dianggap melanggar.
Berdasarkan penelusuran, bangunan liar tersebut berdiri sudah sekitar dua tahun. Adapun jenis bangunan berbahan material kayu, bambu dan terpal. Ditempati pedagang kaki lima (PKL), PO Bus antar pulau maupun antar provinsi, tempat penitipan motor, tangga bantu penumpang, hingga terdapat WC umum.
Kepala Bidang Trantibun, Satpol PP Kabupaten Tangerang Thomas Sirait mengatakan, dengan adanya bangunan liar di bawah jalan exit tol Bitung tersebut dianggap melanggar Undang-undang 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan umum.
“Di UU No 22 tahun 2009, di bawah tol tidak boleh ada bangunan yang berdiri, apalagi bangli,” ujarnya kepada Wartawan Kamis, 16 Januari 2020.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kabupaten Tangerang Bambang Mardi menjelaskan, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait, seperti Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DMBSDA).
Menurutnya, jalan arteri di bawah exit toll Bitung merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sehingga, kata dia, diperlukan koordinasi dan komunikasi terlebih dahulu untuk menindak bangunan liat tersebut
“Jalan nasional kewenangan pemerintah pusat. Akan tetapi, untuk penertiban, kita menunggu dari Bina Marga laporan ke kita. Jelasnya, kita akan koordinasi dengan bina marga dan kita akan tertibkan,” jelasnya kepada SuaraBantenNews.
Bambang menegaskan, tidak akan pandang bulu perihal penegakan aturan. Termasuk bangli di bawah exit toll Bitung. Ia memaparkan, sebelum dilakukan penindakan atau penertiban, akan digelar rapat koordinasi bersama instansi terkait.
“Melanggar perda bina marga. Sanksinya, bisa diberikan tindak pidana ringan (tipiring) atau di gusur. Kita akan koordinasi dahulu dan tidak gegabah,” jelasnya.
Menurut pengakuan salah satu pedangang berinisial DA (37) mengaku, dirinya membangun warung atas seizin ‘tangan kanan’. Dimana diharuskan membayar uang sewa yang ditentukan ‘pihak pengelola’ lahan.
“Saya tidak bisa sebutkan jumlahnya berapa. Tapi kadang ditagih, dengan alasan buat listrik dan keamanan,” tutupnya.(Restu/Zie)
Tidak ada komentar