Hasto: Jokowi Iklan di Bioskop Bukan Abuse of Power

Redaksi
13 Sep 2018 23:57
2 menit membaca

JAKARTA; SBN — Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menilai, penayangan iklan layanan masyarakat yang menampilkan sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Menurutnya, hal itu merupakan pertanggunjawaban Jokowi sebagai Presiden kepada masyarakat.

“Banyak yang salah membedakan antara use of power dan abuse of powerAbuse of power itu ketika ada salah satu pimpinan meminta anaknya difasilitasi pada saat pergi ke luar negeri,” katanya di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/8).

Hasto membandingkan, pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pejawat capres menerapkan bantuan sosial (bantuan) untuk menunjukkan keberhasilan pemerintah pada 2008-2009. Dana itu, kata dia, diperkirakan mencapai US$ 2 miliar. Karena itu, lanjut Hasto, semua pihak harus melihat tayangan di bioskop itu secara proporsional.

“Kalau ada gagasan yang bright soal bangsa dan negara kenapa kita jadi begitu reaktif?” ujarnya.

Hasto menambahkan, jika suatu saat bioskop menayangkan keberhasilan Asian Games 2018, hal itu menjadi sebuah kewajaran. Pasalnya, kesuksesan Asian Games 2018 juga diakui oleh dunia internasional.

“Apakah kita harus menanggapi secara sinis? Padahal itu membawa keharuman bangsa. Jadi kita tanyakan saja pada petani mereka mendapat manfaat keuntungan atau tidak (dari program Jokowi dalam iklan di bioskop),” kata dia.

Hasto juga tegas menolak, jika iklan layanan masyarakar itu disebut sebagai kampanye. Menurut dia, dalam iklan tersebut tak ada ajakan untuk mencoblos Jokowi.

Lagi pula, kata dia, iklan itu juga tak menampilkan sosok Ma’ruf Amin sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Jokowi tak muncul dalam iklan tersebut. Ia menegaskan, iklan itu pada dasarnya ingin menyampaikan bahwa Jokowi berkomitmen membangun kedaulatan di bidang pangan.

Selain itu, iklan tersebut merupakan tugas Jokowi sebagai Presiden mempertanggungjawabkan pajak rakyat yang digunakan pemerintah. Menurut Hasto, hal itu merupakan sesuatu yang biasa dilakukan dalam negara demokrasi.

“Yang mengkritik itu melihat ke dalam, melihat kepentingan bangsa dan negara. Selama itu membawa hal yang baik bagi rakyat, kenapa tidak?” katanya. (cuy/net)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan