Pemprov Banten Berlakukan PPKM Berbasis Mikro

Joe
8 Feb 2021 17:32
5 menit membaca

SERANG (SBN) — Pemerintah Provinsi Banten menerapkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) mulai dari 9 s/d 22 Februari 2021. Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Gubernur Banten Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

Pemberlakukan status baru untuk pencegahan Covid-19 ini merupakan kepanjangan dari instruksi Pemerintah Pusat yang memutuskan menaikan status PPKM menjadi PPKM berbasis mikrozonasi. Berbeda dari sebelumnya, PPKM berbasis mikro kali ini akan diberlakukan pada level lebih rendah, yakni Desa/ Kelurahan hingga tingkat RT/RW.

“PPKM Mikro, secara teknis kita dorong. Membentuk posko-posko di Desa/Kelurahan yang digerakkan oleh Kepala Desa dan Lurah pada daerah zona merah,” ungkap Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) kepada wartawan usai Penyerahan LKPD Provinsi Banten Tahun 2020 di di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten Jl. Palka No. 1 Palima, Pabuaran, Kabupaten Serang (Senin, 8/2/2021).

“Di Provinsi Banten, wilayah Zona Merah di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan,” tambahnya.

Gubernur optimistis, penerapan PPKM Mikro efektif untuk menekan penyebaran Covid-19 karena saat ini telah terjadi pergeseran klaster dari perkantoran ke keluarga.

Sebagai informasi, dalam instruksi Gubernur Banten terkait PPKM berbasis mikro ini tercatat bahwa Gubernur Wahidin Halim mengintruksikan dengan khusus kepada Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, dan Walikota Tangerang Selatan, untuk mengatur PPKM yang berbasis mikro yang selanjutnya disebut PPKM Mikro sampai dengan tingkat Rukun Tetangga (RT)/ Rukun Warga (RW) yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19.

Pemberlakuan PPKM Mikro tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT/RW. Adapun kriteria dan pengendalian yang perlu dilakukan yakni bagi Zona Hijau dengan kriteria tidak ada kasus COVID-19 di satu RT, maka skenario pengendalian dilakukan dengan surveilans aktif, seluruh suspek di tes dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala.

Kemudian untuk Zona Kuning yakni kriterianya jika terdapat 1 sampai dengan 5 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat.

Selanjutnya, untuk Zona Oranye yakni dengan kriteria jika terdapat 6 sampai dengan 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.

Sementara untuk Zona Merah dengan kriteria jika terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah pemberlakuan PPKM tingkat RT untuk menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, melakukan isolasi mandiri/terpusat dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial, melarang kerumuman lebih dari 3 orang, membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga Pukul 20.00 WIB dan meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumuman dan berpotensi menimbulkan penularan.

Dalam Instruksi Gubernur, juga disebutkan bahwa mekanisme koordinasi, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPKM Mikro dilakukan dengan membentuk Pos Komando (Posko) tingkat Desa dan Kelurahan. Sementara untuk supervisi dan pelaporan Posko tingkat Desa dan Kelurahan dibentuk Posko Kecamatan.

Status baru PPKM berbasis mikro seperti tertuang dalam Instruksi Gubernur juga mengatur tentang pembatasan tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 50% dan Work From Office (WFO) sebesar 50% dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring/online. Kemudian, untuk sektor esensial seperti, kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100% dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan tentunya dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Selanjutnya, melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran dimana makan atau minum di tempat sebesar 50% dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran, pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan pukul 21.00 WIB, mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100% dengan tetatp memperhatikan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat, mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pembatasan kapasitas sebesar 50%, kegiatan fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang dapat menimbulkan kerumunan dihentikan sementara, dan pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum.

Selain pengaturan PPKM Mikro, Pemerintah Kabupaten/Kota sampai dengan Pemerintah Desa maupun Kelurahan diintruksikan untuk lebih mengintensifkan disiplin protokol kesehatan dan upaya penanganan Covid-19 dengan membagikan masker dan menggunakan masker yang baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak dan menghindari kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan. Di samping itu, memperkuat kemampuan tracking, sistem dan manajemen tracing, perbaikan treatment termasuk meningkatkan fasilitas kesehatan, koordinasi antar daerah yang berdekatan melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) untuk redistribusi pasien dan tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangan masing-masing. (Hendra/Ris)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan