Kasus Pencairan Ganda APBDes Rp1,27 Miliar di Kabupaten Tangerang Masuki Tahap 2

waktu baca 2 menit
Rabu, 11 Jun 2025 21:21 15 Rikhi Ferdian Herisetiana

Suarabantennews.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang melalui Seksi Tindak Pidana Khusus resmi melakukan Tahap II penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan tiga tersangka dalam perkara pencairan ganda Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2024.

Tiga tersangka yang telah ditindak yakni A.I operator Desa Pondok Kelor,  H.K operator Desa Kampung Kelor dan W.A operator dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang.

Untuk tersangka W.A pelimpahan Tahap II dilakukan secara terpisah di Kejaksaan Tinggi Banten.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, Ricky Tommy Hasiholan, menyampaikan bahwa kasus ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap sistem pengelolaan keuangan desa yang seharusnya dilakukan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

“Modusnya adalah memanfaatkan celah dalam sistem aplikasi keuangan desa, yakni SISKEUDES dan SISTANSA, untuk melakukan pencairan dana APBDes secara ganda,” ujar Ricky dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Berdasarkan hasil penyelidikan, operator desa menemukan adanya kode rilis pencairan yang menggantung akibat bug pada sistem SISTANSA. Bukannya melaporkan secara administratif, celah tersebut dimanfaatkan untuk menarik kembali dana yang sebelumnya telah dicairkan.

“WA, sebagai operator di DPMPD, diduga mengembalikan kode rilis pencairan dari sistem kabupaten ke sistem desa, sehingga memungkinkan pencairan dana ganda tersebut,” jelas Ricky.

Total kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp1.271.596.502, dengan rincian, Desa Pondok Kelor sebesar Rp789.810.815 dan Desa Kampung Kelor sebesar Rp481.785.687. Tiga tersangka kini mendekap di Rumah Tahanan Kelas 1 Tangerang di Jambe, Kabupaten Tangerang.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara.

Ricky menegaskan, perkara ini menjadi alarm serius bagi semua pihak, khususnya perangkat desa dan dinas teknis, agar berhati-hati dalam penggunaan sistem digital pengelolaan keuangan.

“Ini peringatan keras bahwa pengawasan terhadap dana desa tidak boleh longgar, karena sistem secanggih apa pun tetap bisa disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa Kejari Kabupaten Tangerang akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah dan aparat pengawas untuk mendorong tata kelola keuangan desa yang lebih bersih, transparan, dan akuntabel.

Rikhi Ferdian Herisetiana

LAINNYA