banner 468x60 banner 468x60

LPA Banten: Medsos Salah Satu Pemicu Kekerasan dan Kejahatan Seksual terhadap Anak

Joe
23 Jul 2021 14:37
2 menit membaca

SERANG (SBN) — Di masa pandemi yang mengharuskan masyarakat untuk tetap di rumah dan menjauhi kerumunan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten mengaku masih banyak menerima laporan pelanggaran hak anak yang cukup banyak menyita tenaga di sepanjang tahun 2020 sampai pertengahan tahun 2021.

Berdasarkan data kasus yang tercatat dan terpantau di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten sejak awal Januari hingga Juni tahun 2021 terdapat 16 kasus yang masih didominasi oleh kasus kekerasan seksual dengan rincian kasus kekerasan seksual sebanyak 75%, kekerasan fisik sebanyak 6%, dan hak asuh sebanyak 19%.

“74 persen pelanggaran hak anak didominasi kekerasan seksual, baik dilakukan secara individual maupun berkelompok, seperti apa yang kita kenal dengan serangan persetubuan bergerombol (gang rape),” ucap Ketua LPA Provinsi Banten, Hendri Gunawan berdasarkan keterangan tertulisnya, Jumat (23/7/2021).

Ironisnya, sambungnya, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni di rumah dan lingkungan sosial anak. Pelakunya adalah orang terdekat, mulai dari ayah/ibu kandung, saudara, hingga teman bermain. Adapun tempat kejadian kekerasan terhadap anak yang terbanyak adalah di perkampungan.

“Peran teknologi dan media sosial hari ini sebagai salah satu pemicu munculnya kekerasan bahkan kejahatan seksual tidak lagi bisa kita nafikan. Pentingnya pemahaman penggunaan smartphone di masa pandemi perlu diperkuat dengan pemahaman tentang literasi digital, bukan saja bagi anak-anak tapi juga bagi orang tua, yang setiap hari selalu mendampingi anak dalam proses pembelajaran di rumah,” katanya.

Dia menjelaskan, orang tua dan guru perlu memperkenalkan positif dan negatifnya penggunaan smartphone saat ini karena penggunaan smartphone di masa pandemi tidak bisa dipisahkan dengan proses kegiatan belajar-mengajar bagi anak. Terdapat beberapa kasus yang terjadi berawal dari perkenalan korban dan pelaku di media sosial hingga berlanjut saling bertemu hingga terjadi kekerasan seksual bahkan ada beberapa pelaku yang mengaku melakukan kekerasan seksual setelah terpapar video porno yang ada di smartphone-nya.

“Pentingnya pemahaman literasi digital juga berkaitan erat dengan peran serta lingkungan masyarakat untuk memantau perkembangan anak-anak yang ada di daerah tempat tinggalnya. Minimnya pemahaman tentang perlindungan anak menyebabkan peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan masih jauh dari lingkungan yang ramah anak. Begitu banyak di daerah kita temukan anak-anak berkumpul bermain game yang dipenuhi adegan kekerasan yang cukup membahayakan psikis anak tanpa didampingi oleh orang dewasa. Semakin banyak orang dewasa melakukan pembiaran terhadap perilaku anak, maka semakin banyak anak menganggap itu pembenaran,” ujarnya. (Hendra)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan