Setelah Dibuka Kembali, Kasus Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Kota Tangerang Meningkat

Joe
12 Jun 2020 18:59
2 menit membaca

KOTA TANGERANG (SBN) — Warga Kota Tangerang yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Kelas 1 A Tangerang meningkat pada bulan Juni 2020 ini setelah pelayanan Pengadilan Agama dibuka kembali.

Panitra Muda Hukum Pengadilan Agama Tangerang Kumala Sari mengatakan, sebelumnya pelayanan ditutup beberapa minggu, dari minggu ketiga hingga minggu keempat bulan April 2020.

“Sempat ditutup saat itu, mungkin mereka ingin mengajukan perceraian tapi karena pelayanan di bulan Maret pertengahan sampai tanggal 7 April itu hanya ada sidang 1 minggu, karena di minggu ke-2 sampai ke-4 itu tidak ada sidang lagi dan waktu itu kita pending dua minggu, kita tutup karena melihat situasi dan kondisi saat itu,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jumat (12/6/20).

Kumala pun menuturkan, pelayanan dibuka kembali pada bulan Mei, tetapi dengan  pembatasan-pembatasan, di antaranya ialah pendaftarannya hanya secara daring (online) dan pelayanannya hanya sampai pukul 12.00 WIB.

“Kemungkinan angka itu meningkat di bulan Juni ini karena jam pelayanan kembali sampai pukul 3 sore. Kita belum melihat, tapi ketika pembukaan masyarakat banyak yang mendaftar,” tuturnya.

Kumala menjabarkan, berdasarkan data, pada Maret 2020 ada 201 perkara, pada April ada 61 perkara, dan pada Mei ada 126 perkara.

“Untuk Juni ini per 11 Juni, baru 8 hari kita buka sudah menerima gugatan sebanyak 135. Mungkin itu karena kita sempat tidak menerima layanan di bulan April dan hanya menerima layanan secara online,” ungkapnya.

Menurut Kumala, pemohon gugatan cerai itu rata-rata dilatarbelakangi perselisihan yang tidak menemukan penyelesaian yang lebih baik. Pada Maret 2020 terdapat 137 perkara yang dilatarbelakangi perselisihan, 14 perkara karena ditinggal salah satu pasangan tanpa alasan, 9 karena KDRT, 24 karena faktor ekonomi, dan 2 perkara karena pasangannya kerap mabuk-mabukan.

Kemudin, pada April 2020 terdapat 41 perkara karena perselisihan, 1 perkara karena judi, 1 perkara karena salah satu pasangannya murtad, 1 perkara karena KDRT, 14 perkara karena faktor ekonomi, dan 3 perkara karena ditinggalkan salah satu pihak.

Lalu, pada Mei 2020 terdapat 17 perkara karena perselisihan, 12 perkara karena faktor ekonomi, 9 perkara karena ditinggalkan salah satu pihak, 2 perkara akibat KDRT, dan 1 perkara karena pasangannya dihukum (masuk penjara).

Semua gugatan tersebut, ungkap Kumalasari, belum tentu berakhir dengan perceraian sebagaimana terlihat pada perkara-perkara sebelumnya yang bisa kembali rukun melalui proses mediasi.

Ia juga menjelaskan bahwa selama pandemi covid-19 ini jumlah warga yang mengajukan gugatan menurun bila dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2.500-an perkara.

“Tahun kemarin ada sekitar 2.500. Bila dirata-rata, sekitar 250 sampai 260 perkara per bulannya. Kalau masa pandemi ini, sekitar 120-an per bulan,” pungkasnya. (Yadi/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan