Maulana Wahid Fauzi: Ujaran Kebencian Lebih Berbahaya daripada Hoaks

Joe
10 Okt 2019 15:54
2 menit membaca

Maulana Wahid Fauzi, praktisi media massa sekaligus pengurus PWI Banten, berbicara pada Penyuluhan Bahasa Indonesia bagi Pelaku Media Massa di Kota Tangerang, Kamis (10/10/2019).

Tangerang (SBN) — Ujaran kebencian lebih berbahaya daripada hoaks karena ujaran itu menanamkan kebencian dalam pikiran. Seperti api dalam sekam, kebencian yang tertanam itu mudah tersulut dan berkobar. Begitu kata Maulana Wahid Fauzi, praktisi media massa sekaligus pengurus PWI Banten, pada Penyuluhan Bahasa Indonesia bagi Pelaku Media Massa di Kota Tangerang, Kamis (10/10/2019).

Menurut Fauzi, hoaks lebih mudah dibongkar dan dihilangkan karena, ketika fakta yang sebenarnya terungkap, hoaks akan langsung terbantah. Namun, meski sudah terbongkar, hoaks masih bisa menyebar di tengah masyarakat yg tidak berhati-hati terhadap informasi.

“Masyarakat kita sekarang mudah sekali mengucapkan ‘subhanallah’ atau ‘laknatullah’ tanpa memedulikan sumber informasinya,” katanya.

Jika mendapatkan berita yang sesuai dengan seleranya, mereka langsung bilang ‘subhanallah’. Sebaliknya, jika mendapatkan berita yang tidak sesuai dengan seleranya, mereka langsung bilang ‘laknatullah’. Tapi, mereka tidak pernah mengecek kebenaran berita tersebut, jelas Fauzi.

Karena tidak memedulikan sumber informasi, lanjutnya, orang jadi gampang menyebarkan hoaks. Hal itu didukung pula dengan demikian populernya gawai dan media sosial. Orang pun mudah saja menulis atau membagikan status.

Faktor penyebab lain menyebarnya hoaks adalah rasa ingin tahu yang tinggi, ingin eksis di tengah mansyarakatnya, dan bangga jika menjadi yang pertama tahu.

“Gua yang tahu duluan. Lu kan tahu dari gua. Kira-kira seperti itu pikiran mereka,” ucap Fauzi dalam penyampaian materi “Jurnalistik Melawan Hoaks dan Ujaran Kebencian”.

Pada pemaparan materi “Problematika Bahasa Indonesia di Media Massa”, Adek Dwi Oktaviantina, pemateri dari Kantor Bahasa Banten, menguraikan perihal berbagai masalah yang mungkin para wartawan hadapi saat menulis berita, seperti penulisan imbuhan dan tanda baca.

Sebelum memulai pemaparan, Adek mengadakan sebuah kuis untuk mencairkan suasana. Tiga pemenang kuis mendapat hadiah majalah sastra Kandaga terbitan Kantor Bahasa Banten.

Penyuluhan yang diselenggarakan Kantor Bahasa Banten bekerja sama dengan PWI Kabupaten Tangerang itu diikui 40 pelaku media massa dari Kabupaten dan Kota Tangerang. Kegiatan itu berlangsung 3 hari, 9–11 Oktober 2019. (Sadi/Atm)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan