Dosen Unpad : RUU Ciptaker Bukan Karpet Merah untuk TKA

Ramzy
20 Apr 2020 22:24
4 menit membaca

BANDUNG (SBN) – Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) disinyalir hanya akan mempermudah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Dosen Universitas Padjajaran Bandung, Rully Chairul Anwar, menepis penilaian tersebut.

Menurutnya, RUU Ciptaker memang mempermudah birokrasi perizinan TKA. Tetapi hanya untuk sektor dengan skill tertentu yang benar-benar dibutuhkan karena tenaga kerja dalam negeri belum ada atau belum memiliki tingkat keahlian sesuai kebutuhan.

“RUU Ciptaker bukan karpet merah untuk para tenaga kerja asing. RUU Ciptaker hanya untuk mempermudah birokrasi para TKA dengan skill tertentu, dan bukan untuk semua TKA”, kata Rully, Senin, 20 April 2020.

Menurut Rully, pasal yang dicurigai sebagai karpet merah tenaga kerja asing adalah ketentuan Pasal 89 RUU Ciptaker yang mengubah atau menghapus beberapa ketentuan dalam UU/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan aturan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi invasi tenaga kerja asing sehingga Indonesia dibanjiri pekerja asing yang menggusur posisi pekerja Indonesia.

‘’Kalau kita cermati secara mendalam, kekhawatiran itu sebenarnya tidak perlu muncul. Karena aturan terkait TKA ke Indonesia tetap tidak berubah. Beberapa peraturan di bawah Undang-Undang yang mengatur soal mekanisme perizinan masuk bagi tenaga kerja asing tetap berlaku,’’ katanya aktivis Forum Kajian Informasi dan Literasi Sosial Budaya Unpad itu.

Selain itu, tambahnya, kemudahan aturan masuk bagi TKA hanya bagi profesi dengan keahlian atau skill tertentu. Kemudian, ada kewajiban bagi pemberi kerja TKA menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing.

Rully juga menjelaskan, dalam praktik industri atau lapangan kerja, kerap ditemukan kendala teknis yang hanya bisa ditangani oleh orang yang memiliki keahlian khusus. Sayangnya, tenaga dengan keahlian khusus itu bukan tenaga kerja Indonesia. Atau tenaga ahli dari Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya.

Apabila mesin di pabrik mengalami masalah, untuk mendatangkan ahli yang memang paham kepengurusannya bisa mencapai berbulan-bulan. Sementara produksi tidak boleh berhenti. Karena mesin mati, otomatis pabrik tidak bekerja. Itu adalah sebuah kerugian besar.

“Kalau regulasi itu tidak diubah, akan sulit mengharapkan investasi cepat masuk. Sebab belum apa-apa calon investor sudah dihadapkan pada birokrasi panjang untuk mendatangkan ahli dari negara luar yang paham teknis operasional mesin tertentu,” paparnya.

Rully menyatakan, kemudahan persyaratan dan mekanisme perizinan TKA hanya berlaku bagi sektor sektor dengan keahlian tertentu, dan tidak untuk semua lahan pekerjaan.

“Peraturan dalam RUU Ciptaker tidak diperuntukkan bagi seluruh TKA melainkan untuk TKA dengan skill khusus dimana proses kedatangan mereka menjadi lebih mudah perizinannya,” tuturnya.

Bagaimana dengan industri start-up yang digadang-gadang dapat memberikan peluang bagi generasi milenial untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan?

Beberapa pihak khawatir RUU Ciptaker akan mengakhiri mimpi para milenial untuk mendapatkan pekerjaan mudah. Pasal 89 RUU Ciptaker mengecualikan perusahaan start-up dari mekanisme perizinan TKA. Dengan aturan baru tersebut, perusahaan-perusahaan start-up tidak akan diisi oleh generasi milenial Indonesia tetapi TKA dari Filipina, India, Thailand atau negara lainnya.

Menurut Rully, perusahaan start-up masih dikecualikan karena SDM atau tenaga kerja Indonesia yang menguasai teknologinya secara spesifik belum cukup banyak. Atau ada beberapa posisi strategis yang hanya dapat diisi oleh orang dari negaranya karena menyangkut kerahasiaan. Dalam hal ini, perlu ada kebijakan penyederhanaan birokrasi yang mempermudah para ekspatriat di bidang start-up untuk dapat bekerja.

“Di semua perusahaan pemberi kerja TKA, termasuk start-up, ada kewajiban bagi mereka menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 89 ayat 4 RUU Ciptaker,” kata Rully lagi.

Pemberi tenaga kerja asing juga wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing. Sehingga dengan demikian pada saat tenaga kerja WNI dirasa sudah memahami teknologi dan skill spesifik yang diperlukan, maka TKA-TKA tersebut digantikan oleh TKI.

Dikatakan, RUU Ciptaker bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,7 sampai 3 juta per tahun.

‘’Lapangan kerja itu tentunya disediakan untuk masyarakat Indonesia, bukan warga asing. Caranya adalah mempermudah regulasi bagi investasi asing untuk masuk ke Indonesia. Kalaupun ada TKA yang kerja di Indonesia karena RUU ini, itu hanya sebagian kecil saja dan untuk teknologi serta skill spesifik,” katanya mengakhiri. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan