Begini Kisah Pilu Nelayan dan Pedagang Ayam di Tengah Wabah Covid-19

Ramzy
9 Apr 2020 11:09
3 menit membaca

KABUPATEN TANGERANG (SBN) – Di tengah penyebaran Covid-19 berdampak terhadap kondisi sebagian perekononian di Kabupaten Tangerang menjadi lumpuh. Sejak dilayangkan imbauan baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk berdiam diri di rumah, mengakibatkan penghasilan masyarakat semakin menipis.

Alih-alih pemangku kekuasaan terkesan belum siap menghadapi wabah virus yang awalnya dianggap remeh itu.

Saat ini serangan virus mematikan tersebut bukan hanya menggerogoti komponen tubuh manusia saja, melainkan sendi-sendi perekonomian bangsa pun ikut tergerogoti.

Seorang nelayan tradisonal Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Nag, Kabupaten Tangerang, Dian Santoso mengungkapkan, hiruk-pikuk kehidupan warga pesisir pantai tengah wabah Covid-19.

Ia mengatakan, dampak virus Covid 19 pada masyarakat daerah pesisir yang mata pencaharian mayoritas nelayan tradisional yang meruap penghasilan dari antar jemput wisatawan menuju pulau seribu sudah satu bulan tidak mendapat pemasukan.

“Dalam kondisi seperti ini belum ada tinjauan dari lurah setempat, malah pengurukan malah jalan terus jalan. Mau lapor kemana juga bingung,” ujarnya Kamis, 9 April 2020.

Di hari biasa, kata Dian, terdapat sekitar 25 kapal pengangkut wisatawan yang beroperasi. Satu kapal terdapat 5-7 orang yang bertugas sebagai awak dan anak buah kapal (ABK).

Namun sudah hampir satu bulan kapal tidak beroperasi, sehingga nasib ABK dan awal kapal pun terpukul.

“Di hari biasa pun mendapatan tidak menentu karena tergantung banyaknya wisatawan, kalau sekarang pendapatan dari antar jemput wisatawan pun kosong,” ungkapnya.

Untuk menghidupi keluarga, ujar Dian, saat ini hanya dapat mengandalkan pengasihan dari hasil kerja serabutan. Awak dan ABK dari 25 kapal tidak beroperasi, mereka semua sekarang bekerja serabutan.

“Kami hanya mengandalkan berlayar mancing ikan di laut. Itu juga murah harga ikannya, buat modal aja kaga kepulangan,” tandasnya.

Dian menjelaskan, untuk bertahan hidup, warga setempat hanya bisa memasrahkan diri. Karena, menurutnya, ingin mengadu kepada pemerintah dianggap hal yang tak mungkin.

“Mau ngejerit kesiapa? ke pemerintah gak mungkin, cuma bisa memasrahkan diri aja udah,” imbuhnya.

Sementara itu, pedagang ayam di Kabupaten Tangerang, Budi mengungkapkan, pendapatannya sangat menurun sejak pemerintah melarang adanya kegiatan yang mengundang banyak masa seperti pesta pernikahan, acara kenduri, keagamaan dan lainnya. Bahkan, rumah makan di Kabupaten Tangerang pun sudah jarang yang beroperasi.

“Alhasil harga ayam menjadi anjlok turun drastis alias murah,” ujarnya.

Minimnya pembeli, kata Budi, harga ayam di pasaran kini hanya mencapai Rp15-16 ribu/kg. Menurutnya, mengakibatkan seluruh pengusaha ayam saat ini sedang dilanda krisis, sebab modal yang dikeluarkan cukup besar, namun pemasukan atau keuntungan tidak sebanding.

“Jangankan untung, modal saja kadang ga balik,” ungkapnya.

Saat ini, kata dia, masyarakat sangat berharap adanya perhatian khusus yang diberikan baik dari pemertintah pusat maupun daerah terhadap kelangsungan hidup masyarakat di tengah wabah penyebaran Covid-19.

“Semoga pemerintah tidak berdiam diri dan mau memperhatikan kita semua sebagai rakyatnya,” tutup Budi.(Restu/Zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan