Pulihkan Ekosistem Pesisir Ujung Kulon, Warga Tanam Ribuan Bibit Mangrove

Ramzy
27 Okt 2019 08:26
4 menit membaca

Penanaman bibit mangrove yang melibatkan para siswa 5 sekolah dasar di Pantai Ketapang, Desa Cigarondong, Kecamatan Sumur, Pandeglang, Sabtu (26/10/2019)

PANDEGLANG (SBN) — Ratusan warga bersama para aktivis lingkungan hidup menanam ribuan bibit mangrove di Kampung Ketapang, Desa Cigarondong, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Sabtu (26/10/2019).

Kegiatan yang diiniasiasi warga setempat bersama Yayasan SHEEP Indonesia dan WALHI Jakarta itu bertujuan memulihkan ekosistem mangrove di wilayah pesisir setempat.

Ketua Pelaksana Kegiatan, Agus Askuri, mengatakan kondisi ekosistem mangrove di desa tersebut rusak sejak 2014. Kerusakan itu langsung dirasakan dampaknya oleh warga setempat.

“Dampak yang paling terasa adalah abrasi pantai, juga hilangnya ekosistem mangrove,” ujarnya kepada wartawan di lokasi kegiatan.

Ia mencontohkan, akibat kerusakan mangrove, saat ini warga semakin sulit mendapatkan ikan karena ekosistem mangrove menjadi salah satu lokasi berkembang biaknya ikan dan hewan lainnya.

“Dulu, kami sangat mudah menangkap ikan. Sekarang semakin sulit, harus ke tengah laut,” imbuhnya.

Ia menambahkan, desakan pembangunan seperti pembukaan lahan untuk tambak yang terjadi di desa tersebut turut memperparah kerusakan mangrove. Selain itu, dampak terbesar juga terjadi karena tsunami Selat Sunda pada akhir tahun 2018 lalu.

Ia menerangkan, selain berguna untuk menjaga kelestarian ekosistem wilayah pesisir, mangrove juga sangat berguna menjadi penghambat saat terjadi bencana seperti tsunami.

“Tsunami kemarin tidak akan menimbulkan kerusakan demikian parah kalau eksoistem mangrovenya masih baik, karena ada buffer (sabuk hijau pengaman) yang menahan laju ombak, juga menahan terjadinya abrasi,” terangnya.

Ia berharap, kegiatan itu menjadi momentum bangkitnya kesadaran warga pentingnya menjaga kelestarian ekosistem pesisir.

“Ini inisiatif warga di sini yang didukung Yayasan SHEEP Indonesia dan WALHI Jakarta. Kami berharap, warga semakin sadar. Kami libatkan anak-anak sekolah dan relawan agar kelak kegiatan ini bisa berkelanjutan,” katanya.

Suparlan, Project Manager Disaster Mananagement Indonesia (DMI) Yayasan SHEEP Indonesia, menambahkan bahwa tsunami Selat Sunda yang terjadi pada akhir 2018 menjadi peringatan akan kondisi wilayah Pandeglang yang rawan bencana.

Diterangkannya, Indeks Rawan Bencana Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa wilayah Kabupaten Pandeglang mempunyai skor rawan bencana 74 (skala tinggi) berupa erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin puting beliung.

Artinya, ketangguhan masyarakat, ketangguhan struktural dan non struktural, harus dilakukan di wilayah Kabupaten Pandegalang. Hal ini agar dampak kerugian bencana yang besar bisa diminimalisasi ketika ancaman bencana terjadi.

Para pihak yang terlibat dalam penanaman bibit mangrove di pesisir pantai Selat Sunda, Desa Cigarondong, Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, Sabtu (26/10/2019)

Dampak terbesar tsunami di Kabupaten Pandeglang berada di kawasan Kecamatan Sumur, khususnya di pesisir sepanjang Kecamatan Sumur hingga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang mencakup 3 desa, yaitu Desa Cigorondong, Taman Jaya, dan Ujung Jaya. Ketiga desa terdampak itu berada di sepanjang pesisir Selat Sunda.

“Hasil kajian dan obesrvasi Yayasan SHEEP Indonesia dan WALHI Jakarta menunjukan bahwa desa terdampak tsunami tepat berhadapan dengan Selat Sunda tanpa penghalang atau buffer apapun. Sehingga ketika tsunami datang langsung menghantam rumah atau tempat tinggal masyarakat,” kata Suparlan.

Kondisi itu, lanjutnya, telah menumbuhkan kesadaran warga, karena pengalaman tsunami menjadi pembelajaran berharga.

“Seperti di rumah Pak Ahmad Yani, seorang RT di Kampung Cigarondong. Meskipun keluarga beliau selamat dari dampak tsunami akhir 2018 lalu, beliau sekarang menyadari bahwa buffer menjadi sangat penting. Selain untuk menambah keindahan, tanggul alami itu juga bisa menjadi pusat bertumbuhkembangnya ikan dan menjadi potensi wisata. Hal tersebut juga didasarkan pada fakta bahwa wilayah-wilayah yang masih memiliki buffer di sepanjang pesisir Selat Sunda rata-rata tidak rusak rumahnya,” pungkasnya.

Inisiatif membangun ketangguhan pesisir dengan melakukan penanaman mangrove tersebut diinisiasi oleh Kelompok Siaga Bencana (KSB) Desa Cigarongdong bersama Yayasan SHEEP Indonesia dan WALHI Jakarta dengan melibatkan lima sekolah dasar, yaitu SDN Cigorondong, SDN Taman Jaya 1, 2 dan 3 serta SDN Ujung Jaya 2, Kecamatan Sumur, Pandeglang. Sebanyak 2.300 bibit mangrove ditanam di bibir pantai yang luasnya sekitar enam kilometer itu. (Rom/Atm)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan