I Gusti Ayu Bintang Resmikan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan Di Cilegon

Ramzy
10 Des 2019 15:42
3 menit membaca

I Gusti Ayu Bintang saat wawancara usai peresmian RP3 di KIEC, Selasa (10/12/2019)

CILEGON (SBN) — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meresmikan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Selasa (10/12/2019).

I Gusti Ayu Bintang Darmawati Mentri PPPA mengatakan, setiap tenaga kerja Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak untuk dilindungi dalam memperoleh pekerjaan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Selain itu, kata Ayu, Indonesia merupakan salah satu negara yang turut menandatangani Landasan Aksi Beijing untuk Perempuan atau Beijing Platform for Action (1995) dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of Discrimination Against Women yang dikenal dengan CEDAW (1984) yang telah diratifikasi menjadi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984.

Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan mewajibkan negara dan pemerintah untuk tidak melakukan praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, perempuan sebagai tenaga kerja perlu mendapatkan perlindungan secara optimal.

“Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan bagi perempuan yang berpartisipasi dalam dunia kerja, yaitu jaminan perlindungan fungsi reproduksi perempuan yang meliputi pemberian istirahat pada saat hamil dan melahirkan, pemberian kesempatan untuk menyusui anaknya, serta perlindungan hak-haknya sebagai pekerja, seperti perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja,” terangnya.

Ayu bintang juga menjelaskan bahwa masalah ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks mengingat banyak faktor yang memengaruhinya.

“Masih banyak dijumpai adanya diskriminasi dan kekerasan dalam ketenagakerjaan dan pekerja perempuanlah yang banyak menjadi korban. Kondisi inilah yang menghambat peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam ekonomi dan ketenagakerjaan, sehingga gap atau kesenjangan gender dalam ekonomi dan ketenagakerjaan sampai saat ini masih cukup besar,” pungkasnya.

Permasalahan yang dihadapi tenaga kerja perempuan di dalam negeri pada umumnya cukup banyak, seperti dieksploitasi oleh pengusaha dan diperlakukan secara tidak adil.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, hingga 2018 terdapat 24.425 perusahaan di Indonesia. Namun, selama ini belum ada data mengenai jumlah pelanggaran norma terhadap pekerja perempuan termasuk tindak kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.

Ia menerangkan, salah satu fungsi negara adalah mendorong terwujudnya kenyamanan bagi warganya, dalam konteks ini, pekerja yang rentan terhadap kekerasan seksual. Untuk mengupayakan perlindungan dan kepastian jaminan keadilan bagi perempuan pekerja, Deputi Perlindungan Hak Perempuan menginisiasi pembentukan model Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Kawasan Industri yang pada tahun 2019 ini telah dibentuk di 5 kawasan industri yaitu di Cakung, Karawang, Cilegon, Pasuruan, dan Bintan.

“Saya sangat berharap bahwa RP3 dapat diduplikasi oleh Kawasan Industri lainnya di seluruh Indonesia sehingga seluruh pekerja perempuan memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk menyampaikan pengaduan atas permasalahan yang mereka hadapi, sehingga cita-cita kita semua untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan dapat diwujudkan,” tandasnya. (Wawan/Atm)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan