Anggap Banten Darurat Korupsi, Ratusan Mahasiswa Aksi di Depan Kejati

2 menit membaca

SERANG (SBN) — Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi BEM Serang Raya menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Kota Serang, Rabu (2/6/2021).

Dalam aksinya mereka menyebut Provinsi Banten tengah mengalami darurat korupsi. Hal itu ditandai dengan munculnya 3 dugaan kasus korupsi di lingkungan Pemprov Banten dalam dua bulan terakhir

Tiga kasus korupsi tersebut di antaranya dana hibah untuk Pesantren tahun 2018 dan 2020 kasus pengadaan lahan untuk Gedung Samsat Malingping tahun 2019, dan kasus pengadaan masker tahun 2020

Berdasarkan pantauan, Gabungan Mahasiswa Serang Banten itu datang menuju Kejati Banten dengan menggunakan mobil truck dan pick up.

Setidaknya, 14 Universitas yang mengikuti aksi tersebut. Satu per satu perwakilan dari mahasiswa menyampaikan aspirasinya, dan garis besarnya mereka sangat menyayangkan terjadinya kasus korupsi di tengah pandemi covid-19.

“Mega korupsi dana hibah pada tahun 2020 sebesar Rp117,78 miliar yang seharusnya tersalurkan secara utuh kepada 3.926 pondok pesantren ini
malah dijadikan alat untuk mengambil keuntungan. Tentunya sangat membuat hancur marwah para ulama dan santri yang ada di provinsi banten,” ucap Koordinator lapangan aksi, Faiz Naufal Alfarisi dalam keterangan tertulisnya.

Belum lagi, sambungnya, pada tahun 2018 sebesar Rp66 miliar dana hibah yang dikucurkan juga disinyalir bermasalah. Yang seharusnya ulama kita hormati malah dengan keji dikibuli dan dikebiri haknya.

“Belum lagi kasus korupsi dana pembuatan masker senilai Rp1,68 miliar yang seharusnya dipergunakan untuk memprioritaskan kesehatan masyarakat Banten malah habis digasak. Di tambah lagi kasus korupsi pengadaan samsat malingping senilai Rp850 juta,” ungkapnya.

Dia menambahkan, bagaimanapun kasus ini tidak bisa dilepaskan dari peran Gubernur Banten, Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten, tim evaluasi penganggaran hibah dan juga FSPP sebagai penyalur dana hibah.

“Semuanya memiliki peran masing-masing sehingga mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi. Ditambah lagi lalainya pengawasan dari DPRD provinsi Banten membuat proses tindak pidana korupsi ini menjadi semakin mulus dan semakin gampang untuk dilakukan,” katanya.

Kasus di atas, sambungnya, membuat kita menjadi bertanya-tanya, bagaimana bisa provinsi Banten mendapatkan predikat WTP dari BPK, ini seolah menjadi kontradiksi dengan kondisi di lapangan.

“Permasalahan korupsi di Banten ini seolah menjadi skandal yang sulit untuk dihentikan. Maka, bagaimanapun dan apa pun alasannya bahwa tindak pidana korupsi tidak dibenarkan dan harus dijatuhkan hukuman seberat beratnya sesuai dengan UU Nomor 31 1999 tentang tindak pidana korupsi,” ungkapnya. (Hendra)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan