SMSI: Tangkal Hoaks Seputar UU Cipta Kerja, Jaga Kondusivitas Nasional

Joe
8 Okt 2020 10:48
4 menit membaca

JAKARTA (SBN) — Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat Firdaus menyesalkan berbagai kalangan yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya, termasuk menggunakan influencer dan buzzer. Menurutnya, hal itu juga menjadi faktor yang mendorong memunculnya banyak informasi menyesatkan di masyarakat.

Karena itu, untuk masa tertentu masyarakat akan terus terbelah dengan pro-kontra yang semakin menajam, termasuk sebelum dan sesudah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang pada Senin, 5 Oktober 2020.

Firdaus menyatakan bahwa pembelokan informasi paling masif terjadi pada klaster pasal ketenagakerjaan, padahal semangat dari UU Cipta Kerja adalah memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap pekerja.

”Media menyajikan kritik konstruktif itu wajar saja. Tujuannya sebagai penyeimbang karena pers merupakan bagian dari pilar demokrasi bangsa. Namun, melihat realitas di lapangan, khususnya di tanah air, muncul banyak disinformasi tanpa check and balance,” terang Firdaus, Rabu (7/10/2020).

Di tengah pandemi ini, lanjutnya, SMSI berharap semua pengurus dan anggotanya di seluruh Indonesia dapat mengonsolidasikan informasi yang didapat, khususnya kepada karyawan dan jurnalis di lapangan sebagai upaya mendukung dan menciptakan kondusivitas. SMSI pun berharap, seluruh anggota dan pengurus tetap berada dalam satu alur hirarki.

”Jaga sikap kita, berada pada jalur yang benar, dan tidak mengambil kebijakan sendiri-sendiri yang akan membuat semakin lemahnya citra dan tatanan dalam berbangsa dan bernegara,” papar Firdaus yang dipertegas dalam keterangan resminya.

SMSI juga meminta seluruh pengurus dan anggota untuk membina karyawannya, khususnya jajaran menajemen dan redaksi, agar tetap produktif di tengah keterbatasan yang dihadapi.

”Saatnya kita berperan mendorong iklim investasi, khususnya di saat situasi dan kondisi yang serba tidak menentu ini. Tunjukkan bahwa perusahaan media siber anggota SMSI memiliki arah dalam membangaun bangsa dan negara. Paling tidak, seluruh perusahaan anggota SMSI konsisten menjaga keseimbangan informasi. Itu yang paling sederhana,” jelasnya.

Menurut Firdaus, penyesatan informasi sangat berbahaya dan bisa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Oleh karena itu, dia meminta seluruh elemen untuk menahan diri agar tidak menjadi corong penyebaran hoaks, terutama seputar UU Cipta Kerja yang baru disahkan tersebut.

SMSI memastikan UU Cipta Kerja memberikan perlindungan yang komprehensif kepada tenaga kerja, bahkan untuk pekerja kontrak pun diberikan kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK).

”Kita sudah cek dan kami pastikan UU Cipta Kerja membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu,” tegas Firdaus.

Firdaus pun memberikan contoh salah satu informasi yang beredar dan menyanggah pernyataan bahwa tidak ada status karyawan tetap dan perusahaan bisa melakukan PHK kapan pun. Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV Undang Undang Cipta Kerja memberikan mandat yang jelas bahwa pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK. Bila akan melakukan PHK, ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas, yaitu harus melalui pemberitahuan kepada pekerja, perlu ada perundingan bipartit, dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

”Jadi tidak serta merta langsung bisa PHK. Itu poin pokoknya,” jelasnya.

Pasal 153 Bab IV UU Cipta Kerja juga mengatur pelarangan PHK untuk karyawan yang berhalangan kerja karena sakit berturut-turut selama satu tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, keguguran kandungan, atau menyusui.

PHK juga tidak diperkenankan dengan alasan seorang karyawan memiliki pertalian darah dengan pekerja lainnya di satu perusahaan, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena melakukan tindak kejahatan, berbeda agama, jenis kelamin, suku, aliran politik, kondisi fisik, maupun keadaaan cacat karena sakit atau akibat kecelakaan.

Pasal 154 Bab IV UU Cipta Kerja mengatur PHK hanya boleh karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan, perusahaan melakukan efisiensi, perusahaan tutup karena kerugian, perusahaan tutup karena force majeur, penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit, perusahaan merugikan pekerja, pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, pekerja ditahan oleh pihak berwajib, atau pekerja sakit berkepanjangan lebih dari satu tahun.

Firdaus pun mempertegas bahwa tidak benar karyawan alih daya atau outsourching bisa diganti dengan kontrak seumur hidup. Pasal 66 UU Cipta Kerja menjelaskan bahwa hubungan kerja antara perusahaan alih daya dan pekerja atau buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. UU Cipta Kerja bahkan mengatur bahwa perjanjian kerja tersebut harus memberikan perlindungan kesejahteraan pekerja serta kemungkinan perselisihan yang timbul harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kemudian, Firdaus juga mengatakan tidak benar bahwa hak cuti karyawan dihilangkan. Pasal 79 UU Cipta Kerja mengatur bahwa pengusaha wajib memberikan cuti. Cuti yang dimaksud, antara lain, cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

Firdaus juga mengatakan tidak benar bahwa jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. Pada 82 UU Cipta Kerja memberikan jaminan sosial tenaga kerja, bahkan ditambahkan sehingga meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, kematian, dan kehilangan pekerjaan.

”Sebagai organisasi perusahaan media yang di dalamnya berhimpun para pengusaha media siber, SMSI berharap perusahaan media tetap menyajikan informasi yang benar, akurat, dan berimbang, dapat dipahami secara utuh oleh publik, agar tercipta iklim bisnis yang baik,” pungkasnya. (Ris/Drk)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan