Mathla’ul Anwar Pertanyakan Pernyataan Kepala BPIP bahwa Agama adalah Musuh Terbesar Pancasila

Joe
13 Feb 2020 12:17
2 menit membaca

SERANG (SBN) — Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA) K.H. Ahmad Sadeli Karim mempertanyakan pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi bahwa agama adalah musuh terbesar Pancasila.

“Kami mempertanyakan pernyataan yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. Kepala BPIP harus secepatnya memberikan klarifikasi agar tidak timbul kegaduhan yang berkepanjangan,” katanya kepada pers di Serang, Banten, Kamis (13 Februari 2020).

Ketua Umum PBMA mengemukakan keterangan tersebut menanggapi pernyataan kontroversial Kepala BPIP baru-baru ini yang mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.

Pernyataan Kepala BPIP yang mempertentangkan agama dengan Pancasila itu menjadi viral dan dipertanyakan banyak pihak, terutama oleh para tokoh agama dan kalangan legislatif.

Menurut K.H. Sadeli Karim, saat ini yang dibutuhkan dari PBIP justru konsep dan aplikasi yang menarik untuk “membumikan” Pancasila kepada masyarakat Indonesia secara umum, khususnya kepada generasi muda, bukan pernyataan yang kontroversial.

Ia juga mengingatkan bahwa sejatinya Pancasila merupakan warisan dari para ulama pendiri bangsa, terlebih sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang secara sangat jelas mengandung nilai luhur agama.

Ketua Umum PBMA lebih lanjut mengajak Kepala BPIP untuk ber-tabayyun dan membaca kembali sejarah perumusan azas negara Pancasila secara cermat dan seksama agar tidak gagal paham terhadap ideologi negara yang sudah disepakati para tokoh bangsa.

Tokoh pendidikan di Provinsi Banten itu juga mengharapkan Kepala BPIP segera menyadari kekeliruannya serta secepatnya mencabut pernyataannya yang kontroversial tentang Pancasila dan agama itu.

“Pemahaman masyarakat tentang Pancasila akan sulit terwujud jika pimpinan BPIP memiliki cara pandang yang kontroversial, bahkan bisa berbahaya,” kata pimpinan Mathlaúl Anwar, ormas yang kini memiliki perwakilan di 30 provinsi dan ribuan madrasah di berbagai daerah di Indonesia itu. (Rls/Drk)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan