Media Diminta Berhati-hati dan Proporsional dalam Memberitakan Produk DPR

Joe
27 Jun 2020 11:21
2 menit membaca

JAKARTA (SBN) — Para pengelola media massa, khususnya media siber, diserukan untuk berhati-hati dan bertindak proporsional dalam menyikapi kondisi sosial politik terkait dengan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Produk legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belakangan ini cenderung menimbulkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat. Karena itu, media massa juga diminta lebih arif dan proporsional dalam memberitakan produk legislasi DPR yang kadang-kadang mendahulukan sisi politik daripada kepentingan bangsa.

Seruan itu mengemuka setelah pembahasan dalam rapat pleno Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jumat (26/6/2020) sore melalui aplikasi Zoom yang dihadiri para pengurus SMSI. Rapat pleno dipimpin Ketua Umum SMSI Firdaus didampingi Sekretaris Jenderal SMSI Untung Kurniadi.

Selain membahas rencana rapat kerja nasional SMSI, rapat pleno tersebut juga membicarakan persoalan bangsa, termasuk soal Pancasila yang menjadi dasar negara. SMSI yang beranggotakan lebih dari 1.000 perusahaan media siber di seluruh Indonesia merasa terpanggil untuk membahas masalah kebangsaan yang terbelah gara-gara produk DPR.

Produk legislasi DPR terakhir yang menimbulkan perpecahan di masyarakat adalah RUU HIP.

“Kami prihatin terhadap produk DPR yang hanya menimbulkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat,” kata Firdaus.

Menurut Firdaus, Pancasila yang selama ini menjadi dasar negara dan melandasi organisasi-organisasi di Indonesia harus tetap dipertahankan. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mengganggu, melemahkan, atau mengubah Pancasila melalui cara apapun.

“Kalau Pancasila diubah dengan RUU HIP ini, negara kita ini mau jadi apa? Pancasila juga sudah menjadi landasan organisasi kita SMSI. Kalau Pancasila diubah, mau dikemanakan arah organisasi ini?” kata Firdaus yang disambut para peserta pleno dengan kata sepakat: RUU HIP harus dicabut.

Sedikitnya ada dua poin di dalam RUU HIP yang paling banyak diprotes berbagai kalangan. Pertama, tidak dicantumkannya TAP MPRS soal pelarangan PKI dan komunisme dalam konsideran. Kedua, adanya frasa “Ketuhanan yang berkebudayaan” dalam pasal 7 ayat (1) dan konsep Trisila dan Ekasila dalam pasal 7 ayat (2) yang dinilai mengesampingkan agama. RUU HIP tersebut telah disahkan menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakya (DPR).

Dalam menyikapi RUU HIP tersebut, selain menolak, SMSI juga akan melakukan kajian mendalam mengenai apa saja yang akan terkena dampak negatif jika RUU HIP tersebut disahkan. (Rls/Drk)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan