Angka Pengangguran Kabupaten Tangerang Tertinggi se-Provinsi Banten

Redaksi
10 Nov 2020 11:03
2 menit membaca

KABUPATEN TANGERANG (SBN) — Banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perusahaan yang gulung tikar di tengah pandemi. Mengakibatkan Kabupaten Tangerang saat ini menempati peringkat pertama angka pengangguran terbuka di Provinsi Banten.

Tingginya pengangguran terbuka di daerah penyangga Ibukota DKI Jakarta ini, diketahui berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Banten tentang tingkat pengangguran terbuka di kabupaten/kota pada periode Agustus 2020. Kabupaten Tangerang masuk urutan pertama dengan angka 13,06 disusul Kota Cilegon 12,6, Kabupaten Serang 12,22, Kabupaten Lebak dengan angka 9,63.

Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Disnaker Kabupaten Tangerang Hendra mengatakan, jumlah karyawan yang terkena PHK dan yang dirumahkan itu yang terdata sudah mencapai sekitar 37 ribu orang. Meskipun ada yang masih berstatus dirumahkan, namun itu tergantung kebijakan dari perusahannya apakah mereka akan dipanggil kerja lagi atau tidak.

“Tingginya angka PHK para karyawan perusahaan diyakini menjadi penyebab utama angka pengangguran terbuka di Kabupaten Tangerang melesat secara drastis,” Selasa, 10 November 2020.

Selain PHK, kata dia, jumlah perusahaan yang harus angkat kaki dan menutup aktivitas produksinya di Kabupaten Tangerang juga mencatatkan angka yang relatif tidak sedikit. Hingga akhir Oktober 2020 kemaren, tercatat sudah ada 23 perusahaan besar yang harus gulung tikar lantaran tersumbatnya proses distribusi barang selama pandemi Covid-19.

“Mereka rata-rata tidak bisa bertahan dan harus menutup biaya produksi yang tidak sedikit selama pandemi. Ini rata-rata merupakan pabrik-pabrik besar di Kabupaten Tangerang seperti pabrik sepatu sampai industri penghasil komponen otomotif,” ujar Hendra.

Kabar terbaru, kata Hendra, gelombang PHK besar-besaran juga akan terjadi di salah satu pabrik sepatu di wilayah Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data yang ia terima, pabrik tersebut terpaksa harus merumahkan sekitar 1.800 karyawannya pada akhir November 2020.

“Mereka mengalami kerugian dua tahun berturut-turut, mereka sudah tidak kuat dan memutuskan untuk menutup pabrik karena ordernya juga sudah tidak ada,” tutupnya.(Restu/Zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan