Pembangunan Abai Terhadap Aturan Temui Masalah yang Besar

Ramzy
6 Jan 2020 11:40
OPINI 0
3 menit membaca

SUARA BANTEN NEWS – Akhir-akhir ini desa tempat kelahiranku yaitu Desa Tempirai Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Provinsi Sumatera Selatan tengah dilanda berbagai macam problem. Problematika itu beragam macam dari faktor sosial, budaya, lingkungan, serta menyangkut ke ranah hukum.

Terlebih saat ini teman-teman dari Masyarakat Peduli Pembangunan Desa Tempirai (MPPDT) tengah mengadvokasi permasalahan normalisasi sungai danau Tempirai tersebut.

Kendati normalisasi sungai tersebut didalam yang perspektif saya menilai begitu janggal. Sebab didalam lelang proyek tersebut normalisasi sungai namun fakta yang terjadi dilapangan adalah sodetan sungai baru.

Oleh karena itu diduga telah mengabaikan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana atau Kegiatan yang Wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Disisi lain hal itu tak memperhatikan aspek lingkungan yang telah merusak lingkungan tersebut.

Bahkan tak tanggung-tanggung pembangunan normalisasi sungai itupun menelan anggaran yang cukup besar, anggaran itu mencapai miliaran rupiah. Kendati panjang normalisasi sungai itu diperkirakan lebih dari mencapai 5 KM.

Normalisasi itupun menyisakan sebuah permasalahan yang dialami oleh warga. Dari yang dulunya tempat bermain bola dan sebagainya, saat ini hanya menjadi kenangan. Terlebih lagi warga yang akan menyeberangi sungai tersebut hanya memiliki beberapa jembatan saja. Apakah jembatan tersebut disebut layak? Saya menilai jembatan diluar kata layak. Karena hanya sebuah kayu yang kualitas keamanan jauh dari kata aman.

Meski demikian, tentunya pembangunan bukan hanya membangun saja. Namun asas kemanfaatan dan keberpihakan kepada masyarakat harus diutamakan. Meskipun tidak berada di suatu tempat tersebut namun kontrol sosial tetap bisa kita lakukan. Terlebih saat ini teknologi sudah merajai didalam kehidupan kita.

Marshal Mc.Luhan dalam bukunya “Understanding Media” pada tahun 1960-an sudah meramalkan bahwa suatu saat nanti, media dengan perantaraan teknologi komunikasi akan membuat dunia menjadi seperti sebuah desa global (global village) yang terhubung satu dengan yang lain tanpa ada hambatan batas wilayah dan jarak. Layaknya sebuah desa, maka dunia menjadi terasa sempit, seolah-olah satu orang dan lainnya saling mengenal.

Pembangunan tanpa perencanaan yang matang tanpa memperhatikan konsekuensi akan dampaknya salah besar. Apalagi pembangunan hanya untuk menggugurkan kewajiban saja untuk mempercepat proses serapan anggaran sehingga tidak terjadi Silpa.

Namun saat disayangkan ketika masyarakat tengah dalam kegelisahan atas permasalahan normalisasi sungai tersebut seorang legislator yang katanya representatif masyarakat malah menutup suara, ada apa dengan legislator tersebut? Tentunya kami hanya bisa mengingatkan kepada teman-teman yang duduk di kursi rakyat dengarlah suara rakyat atas ketidakadilan kepada masyarakatmu.

Yang perlu kami tegaskan jabatan itu bukan untuk kepentingan pribadi namun kepentingan masyarakat banyak. Sejatinya jadikan itu sebagai ladang untuk pengabdian dan amal ibadah.

Akan hal tersebut Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir harus mengambil tindakan yang cepat akan permasalahan tersebut. Bila nantinya akan mendapatkan respon yang cepat berdampak indeks kebahagiaan masyarakat dan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM). Jadi Pemerintah tidak boleh mengabaikan permasalahan yang dialami masyarakat. Pemerintah harus hadir di tengah-tengah masyarakat.

Penulis : Eko Marhen // Aktivis HMI Cabang Tangerang Raya


Penyangkalan: Setiap artikel yang dimuat dalam kategori Opini di Suarabantennews.com mencerminkan pendapat dan menjadi tanggung jawab penulisnya. Suarabantennews.com tidak menjamin validitas dan akurasi informasi yang disampaikan dalam opini tersebut.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan