Selain Curah Hujan Tinggi, Banjir di Lebak Disebabkan Penambangan dan Pembalakan Liar

Ramzy
4 Jan 2020 16:27
3 menit membaca

SERANG (SBN) — Pengamat lingkungan Banten Mad Haer Effendi menilai, penyebab bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang beberapa daerah di Banten, khususnya Lebak, selain intensitas curah hujan yang tinggi, juga karena adanya pembalakan dan penambangan liar di Gunung Halimun Salak.

“Aktivitas penambangan memang faktanya sudah jelas, sementara pembalakan dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ucapnya saat dihubungi lewat telephon, Sabtu (4 Januari 2020).

Dari sejarahnya dulu, sambungnya, memang di daerah sana sering ada penambangan, salah satunya penambang batu-batu besar zaman purbakala, sehingga tanah mudah terbawa air dan longsor.

“Batu-batu itu diambil. Akhirnya, pondasi tanah longsor seperti sekarang ini. Jadi, ini ada kaitannya dengan sejarah penambangan batu yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah,” ucapnya.

Baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten Lebak, menurutnya, kurang tegas. Ia meyakini bahwa sebenarnya sudah ada laporan, baik ke kepolisian maupun ke dinas-dinas terkait.

Kejadian ini seharusnya sudah diprediksi, tuturnya. Beberapa hari yang lalu, sebelum tahun baru, sempat terjadi penutupan objek wisata Negeri di Atas Awan, Citorek, Lebak, karena ada banjir dan longsor.

“Itu kan sempat ditutup. Seharusnya, sudah diprediksi curah hujan akan meningkat, apalagi dengan adanya BMKG dan instansi-instansi terkait lainnya. Kalau bisa diprediksi dini, maka efeknya tidak seperti ini,” ujarnya.

Selain hal tersebut, koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten ini juga mengatakan, perlu memperhatikan normalisasi sungai-sungai di Banten.

“Dari hulu sampai muara, sungai harus diperhatikan karena ini tempat mengalirnya air. Selain itu, jangan sampai pembangunan perumahan menutup air dan irigasi,” imbuhnya.

Ia menambahkan, lembaga yudisial tertinggi di Tanah Air itu mengabulkan permohonan keberatan atau uji materi atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Dengan putusan ini, pemerintah tak punya alasan untuk tidak segera mencabut aturan yang merusak lingkungan itu.

“Jangan sampai pemerintah, dengan memberikan izin, tidak paham terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan lain sebagainya. Apalagi daerah Banten terbilang masih hijau. Penambangan liar harus ditertibkan dan harus ada ketegasan untuk menindaklanjuti. Jadi, sekalipun ini kuasa alam, tetapi setidaknya kita bisa mencegah,” ujarnya.

Pria yang biasa disapa Aeng ini berharap agar pemerintah lebih memperhatikan lingkungan dan juga lebih tegas menindak perusak lingkungan.

“Walaupun Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 berbunyi, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk kemakmuran rakyatnya, tetapi perlu diingat, saat pemerintah meminta haknya, pemerintah juga harus menjalankan kewajibannya. Jangan sampai alamnya rusak,” ujarnya.

Menurutnya, karena kalau alamnya rusak, yang dirugikan masyarakat juga. Semua harus ada prosedur yang harus dilalui, apakah rakyat menerima atau tidak, dan perhatikan juga masyarakat adat. Terlebih lagi, di Lebak masih kental masyarakat adatnya. (Hendra/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan