Potensi Tsunami Besar di Selatan Pulau Jawa Adalah Potensi Skenario Terburuk

Joe
28 Sep 2020 16:02
3 menit membaca

CILEGON (SBN) — Ramainya perbincangan mengenai gempa  megathrust dengan potensi tsunami setinggi 20 meter belakangan ini membuat beberapa ahli kebumian perlu memastikan bahwa masyarakat memaknai maksud istilah gempa megathrust dengan benar.

Gempa megathrust dipahami masyarakat awam sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat. Menurut Kepala Stasiun Geofisika Tangerang Suwardi, pemahaman seperti itu kurang tepat.

Suwardi mengatakan, dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust, yaitu (1) Segmen Jawa Timur, (2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan (3) Segmen Banten-Selat Sunda.

“Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7 [magnitudo 8,7],” kata Suwardi melalui saluran telepon, Senin (28 September 2020).

Meski demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang “bergerak” secara simultan, maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari M8,7.

Yang perlu diperhatikan, besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat. Soal kapan terjadinya tak ada seorang pun yang tahu.

“Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi,” ujarnya.

Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).

Masih kata Suwardi, Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, di zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).

Gempa besar dengan magnitudo antara M7,0 dan M7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8), dan 2009 (M7,3).

Gempa dahsyat dengan magnitudo M8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).

Sementara itu, gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.

TSUNAMI SELATAN JAWA

Di wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami. Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam Katalog Tsunami Indonesia BMKG yang menyebutkan bahwa tsunami pernah terjadi pada tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006.

Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu.

Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik. Meski begitu, menurut Suwardi, itu tidak berarti bahwa kita harus selalu dicekam rasa cemas dan takut.

“Tidak perlu cemas karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang kongkrit maka kita dapat meminimalkan risiko sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana,” tutup Suwardi. (Ris/Drk)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan