Covid-19 Tak Berpengaruh Langsung Atas Tingginya Angka Perceraian di PA Tigaraksa

Ramzy
23 Okt 2020 11:57
2 menit membaca

KABUPATEN TANGERANG (SBN) — Penyebaran Covid-19 tidak berpengaruh langsung terhadap peningkatan angka perceraian di Pengadilan Agama Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Pasalnya, walaupun banyak karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat Covid-19, namun mereka cenderung membuka aktifitas baru dalam mencari sumber ekonomi.

Kepala Pengadilan Agama (PA) Tigaraksa, Sodikin mengatakan, jumlah gugatan yang terdaftar di PA Tigaraksa terhitung terhitung sejak Januari-Oktober 2020 sekitar 6.100 perkara, baik yang sudah selesai maupun yang baru masuk. Kata Sodikin, ada dua jenis perkara, ada yang bersifat perkara perceraian yaitu sebanyak 5.500 dan non perceraian sekitar 600 perkara.

“Dari laporan tidak ada, tidak ada yang spesifik mengajukan gugatan akibat terkena PHK dampak Covid-19,” ujarnya, saat ditemui Wartawan, Kamis, 22 Oktober 2020.

Sodikin menyebut, rata-rata kasus perceraian yang terdata di PA Kabupaten Tangerang akibat masalah ekonomi, penyalahgunaan media sosial dan pertengkaran atau KDRT. Diketahui, kata dia, alasan mereka mengajukan gugatan bukan karena dampak ekonomi akibat Covid-19. Jika adanya Covid-19 membuat angka perceraian lebih parah itu salah, karena sebelumnya juga angka perceraian di PA Tigaraksa sudah parah.

“Boleh jadi saat muncul pandemi lebih parah, tapi sebelum pandemi juga memang sudah parah,” pungkasnya.

Ia menuturkan, memang banyak beredar kabar dampak Covid-19 menyebabkan angka perceraian tinggi, namun bukti di lapangan tidak menyatakan hal tersebut benar. Menurutnya, Covid-19 tidak mempengaruhi atau berdampak langsung atas meningkatkan angka perceraian. Sebabnya, jarang istri meminta cerai hanya karena baru satu atau dua tahun suami tidak bekerja.

“Rata-rata istri meminta cerai setelah 3-4 tahun suami tidak bekerja. Itupun terjadi jika suami tidak punya aktifitas,” jelasnya.

Sodikin mengutarakan, Walaupun suami terkena PHK atau sumber kebutuhan ekonominya terputus akibat Covid-19, biasanya sang suami berinisiatif membuka usaha baru. Pihaknya pun jarang menemukan istri yang meminta cerai suami akibat dampak ekonomi yang hanya baru satu- dua tahun.

Sodikin menjelaskan, rata-rata kasus perceraian di PA Kabupaten Tangerang hampir 7.000 kasus per-tahun. Jika di bulan Oktober saja baru ada 5.500 kasus, tentunya itu masih di bawah rata-rata, ada penurunan walaupun tidak drastis. Untuk persidangan sendiri, masyarakat yang daftar rata-rata 30 orang per hari. Sidang pun dibagi dua ada lagi dan siang.

“Untuk perkara pagi itu dimajukan waktunya, awalnya jam 9 kini beralih ke jam 8. Jadi masyarakat yang datang pukul 8 sudah bisa memulai sidang,” tutupnya.(Restu/zie)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan