Tenaga Ahli Staff Kepresidenan: Draft Omnibus Law yang Beredar Bukan dari Pemerintah

Joe
28 Jan 2020 20:07
2 menit membaca

JAKARTA (SBN) — Penyederhanaan regulasi yang digaungkan pemerintah pada 2020 untuk memperlancar bisnis di Indonesia dengan mempermudah investasi mendapat kritik dari Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Muchtar Said dalam Dialog Mahasiswa dengan Tema,”Menuju Visi Indonesia 2020, Sederhanakan Regulasi pada Pemerintah”, di Cafe Roti 88, Lenteng Agung (28 Januari 2020).

Muchtar Said mengatakan penyederhanaan regulasi ini mestinya dibarengi dengan sinkronisasi penyederhanaan instansi pemerintah karena pemangkasan regulasi erat kaitannya dengan perizinan, sedang birokrasi perizinan saat ini masih bobrok.

“Kalau ingin menerapkan Omnibus Law di Indonesia, ya, harusnya dibarengi revolusi penyederhanaan regulasi karena Omnibus Law isinya terkait perizinan. Masyarakat mengurus soal izin harus berhari-hari dengan birokrasi yang menjelimet,” terang Muchtar Said.

Dalam dialog tersebut, Wakil Sekretariat Mohammad Hatta Kartini L. Makmur mengatakan penyederhanaan regulasi ini terkait visi Indonesia Maju. Indonesia ingin ke depan banyak investasi yang datang sehingga bisnis di Indonesia semakin lancar, tidak seperti sekarang, banyak investor yang merasa tidak aman karena regulasi yang buruk.

“Perampingan regulasi ini untuk memperbaiki aturan yang masih berantakan dan tumpang tindih. Karena itu, perlu satu aturan, yaitu Omnibus Law yang menjadi salah satu sistem yang mudah dan cepat, tidak berbelit-belit,” ujar Kartini.

Ia menambahkan, yang tidak kalah penting dalam hal ini adalah permasalahan bisnis di Indonesia yang begitu sulit mendapatkan izin, bahkan hingga memakan waktu begitu lama. Karena itu, perlu perampingan perizinan.

“Sulitnya membuka bisnis di Indonesia bukanlah karena faktor regulasi saja, tetapi ada faktor manusianya juga. Sisi birokrasi inilah yang begitu banyak bermasalah dan sulit mengurus berbagai izin yang begitu banyak dan berlapis-lapis sehingga harus menunggu berhari hari. Jadi, percuma regulasinya bagus kalau birokrasinya bobrok,” terang Kartini.

Menurut salah seorang  Tenaga Ahli Kantor Staff Kepresidenan (KSP), Doni Adhitia, draft Omnibus law ini sebenarnya belum final. Jadi, beredarnya draft tersebut hanyalah hoax karena belum ada pembahasan di DPR, bahkan belum dikeluarkan oleh pemerintah.

“Namun, memang benar penyederhanaan regulasi ini akan menjadi program prioritas pemerintah yang sebenarnya belum final. Ketika pembahasan di pemerintah pun hanya beberapa menteri yang ikut. Namun, menjadi lucu ketika draft itu tersebar dan menjadi masalah baru. Banyak buruh yang berdemo tanpa tahu bahwa draft itu bukan dari pemerintah,” tutup Doni. (Hms/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan