Konflik Agraria Berlarut-larut, Mahasiswa dan Petani Unjuk Rasa di KP3B

Joe
24 Sep 2019 21:39
3 menit membaca

Ratusan mahasiswa dan petani Aliansi Pejuang Reforma Agraria untuk Rakyat menggelar unjuk rasa di gerbang Kantor Gubernur Banten, Selasa (24/9/19).

Serang (SBN) — Ratusan mahasiswa dan petani yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Reforma Agraria untuk Rakyat menggelar unjuk rasa di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Selasa (24/9/19). Unjuk rasa digelar di gerbang Kantor Gubernur, lalu dilanjutkan di depan Gedung DPRD Provinsi Banten.

Sekjen Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten Misrudin yang ikut berunjuk rasa mengatakan, pemerintah tidak berpihak petani. Terbukti, program sertifikasi tanah gratis ternyata mengutamakan pemilik modal dan penguasa besar. Selain itu, pemerintah juga masih belum bisa menyelesaikan konflik agraria yang sudah berlangsung lama.

“Sekarang ini, kami tengah mendampingi masyarakat Cigemblong, Kabupaten Lebak, yang masih konflik dengan PT Pertiwi Lestari perihal tanah seluas sekitar 2.000 hektare. Dari tahun 2007 hingga saat ini, konflik belum selesai juga,” ucapnya.

Misrudin menambahkan, begitupun petani di Cibaliung (Pandeglang) dan di Binuang (Kabupaten Serang), masih mengalami konflik agraria. Di Binuang, petani bersengketa dengan TNI AU dari tahun 1984 atas lahan seluas 712 hektare.

“Padahal, TNI AU bagian dari pemerintah, namun kenapa hingga kini konflik tersebut masih belum terselesaikan? Yang dirugikan jelas petani dan masyarakat kecil,” tegasnya.

Tahun ini, SPI mendapat informasi ada sekitar 35 ribu bidang tanah yang mendapatkan sertifikat gratis. Namun, Misrudin khawatir, jangan-jangan ini lahan milik pejabat dan perusahaan.

“Pada tahun 2014 kami menanyakan data tentang berapa lagi lahan pertanian di Banten. Namun, hingga kini Pemerintah belum menyampaikan angka pastinya,” jelasnya.

Kabid Penataan Pertanahan Kanwil BPN Antonio mengatakan, pihaknya memberikan 35 ribu sertifikat bidang itu ke petani, tidak ada yang ke pejabat atau perusahaan.

“Silakan cek kalau ada tanah pejabat. Dan saya minta ke rekan-rekan, awasi kinerja kita,” ucapnya.

Terkait konflik agraria petani dengan Perhutani, TNI AU, dan PT Dewi Lestari, Antonio mengaku memang masih belum selesai, masih dalam proses.

Di tempat yang sama, Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar mengatakan, dalam kerangka ini, pihaknya menanggapi positif aspirasi yang disampaikan massa aksi.

“Kita akan segera merespons atas apa yang disampaikan tadi. Kita akan terus mencari solusi bersama untuk membangun bangsa ini, khususnya Banten,” ucapnya.

Mahasiswa dan petani Aliansi Pejuang Reforma Agraria untuk Rakyat saat menggelar unjuk rasa di gerbang Gedung DPRD Banten, Selasa (24/9/19).

Sementara itu, Ketua DPRD Banten Andra Soni mengatakan, pihaknya akan membuat Raperda yang melindungi petani.

“Ini menjadi catatan bagi saya. Banyak petani Banten yang masih jauh dari sejahtera. Karena itu, ini menjadi tekad saya pribadi melalui Raperda Perlindungan Petani. (Hendra/Atm)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan