Perizinan  PLTB Geotermal Hampir Selesai, Pemda Diminta Jangan Lupakan Bencana Lebak

Joe
24 Jan 2020 17:50
2 menit membaca

SERANG (SBN) — Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB)  Geotermal di Gunung Prakasak, Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang tinggal menunggu izin pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Selainnya, sudah dipastikan seluruh perizinan proyek tersebut sudah lengkap.

Terkait hal tersebut, Pengamat Lingkungan Banten Mad Haer Effendi menilai, keputusan pemerintah daerah dalam mendukung proyek tersebut tidak tepat.

“Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harusnya melihat aspek lingkungan, apalagi pembangunannya ada di tengah masyarakat. Jadi, harus memperhatikan dampak sosial masyarakatnya, apakah menyetujui atau tidak,” ucapnya saat dihubungi lewat telepon, Jumat (24 Januari 2020).

Masyarakat di sekitar, sambungya, saat ini menolak, apalagi sempat ada aksi longmarch ke Jakarta karena masyatakat khawatir akan ada efek yang ditimbulkan.

“Jangan sampai kejadian 2 kali sepeti apa yang terjadi di Lebak. Akibat kerusakan alam sehingga terjadi bencana yang besar. Jangan sampai kejadian ke 2 kali juga di Padarincang karena dulu ada hal serupa, yaitu proyek Danon,” ujarnya.

Pria yang biasa disapa Aeng tersebut menambahkan, jangan sampai ada kerusakan lingkungan kembali yang mengakibatkan kerugian jiwa maupun moril.

“Seharusnya, dimanfaatkan dan dikelola potensi yang ada di daerah tersebut, seperti pengelolaan tanaman dan tumbuhan endemik. Bagaimana caranya masyarakat dilibatkan agar meningkatkan kesejahteraan, tetapi tidak merusak lingkungan,” tuturnya.

Pemerintah daerah, tambahnya, saat ini belum mewakili rakyat, hanya manut ke pemerintah pusat, tapi tanpa melihat keinginan masyarakat. Menurutnya, proyek tersebut dapat merusak geiser dan lansekap. Kehancuran geiser terjadi karena aktivitas pengeboran ke bawah permukaan. Ekstraksi panas melalui power plant membuat geiser alami kehilangan tekanan dan lama-lama bisa kering.

“Selain itu, pencemaran air dapat terjadi oleh kontaminan seperti yang terdapat secara alamiah di dalam Bumi. Juga pencemaran udara, meski jika dibandingkan dengan aktivitas penambangan batubara, minyak, dan gas bumi, emisi yang dihasilkan pembangkit listrik geotermal memang lebih rendah, tetapi tetap saja berbahaya,” ujarnya.

Gempa dan retakan juga salah satu efeknya. Aktivitas yang dilakukan pembangkit listrik geotermal adalah hydraulic fracturing (fracking). Fracking dilakukan untuk membuat retakan pada reservoir untuk meningkatkan permeabilitas batuan sarang.

“Amblesan atau penurunan permukaan tanah terjadi karena adanya ekstraksi fluida pada kedalaman yang relatif dangkal,” ucapnya. (Hendra/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan