Ketua DPRD Cilegon Usir Wartawan Saat RDP Terkait Parkir

Joe
15 Mei 2020 20:47
3 menit membaca

CILEGON (SBN) — Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD Cilegon dan beberapa OPD, seperti Asda II, DPMPTSP, BPKAD, Perkim, dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cilegon terkesan tertutup. Pasalnya, saat rapat terkait penutupan atau pengambilalihan pengelolaan perparkiran itu mulai berjalan, Ketua DPRD Kota Cilegon yang memimpin rapat bersama 2 orang Komisi IV, yakni ketua dan anggota, meminta wartawan untuk keluar dari ruangan terlebih dahulu.

Rapat dengar pendapat (hearing) dengan agenda rapat kerja Komisi IV DPRD Kota Cilegon dan OPD tersebut untuk membahas  lahan parkir di Cilegon Bussines Square (CBS) yang sempat viral di media beberapa waktu lalu dan berlangsung di ruang rapat DPRD Kota Cilegon, Jumat (15 Mei 2020).

“Kita membahas di internal antara eksekutif dan legislatif. Jadi, untuk teman-teman media belum bisa mengikuti jalannya rapat ini. Temen-temen media yang ada di dalam ruangan diminta untuk keluar terlebih dahulu,” kata Ketua DPRD Kota Cilegon Endang Efendi di ruang rapat.

Endang juga mengatakan bahwa rapat tersebut adalah rapat koordinasi, menyamakan persepsi, agar apa yang dilakukan pemerintah itu sesuai berdasarkan aturan dan landasan umum.

Sejumlah wartawan yang sedang meliput dengar pendapat di ruang rapat DPRD Cilegon sekitar pukul 14.30 WIB itu “diusir” oleh sekretariat DPRD Kota Cilegon atas arahan Ketua DPRD Kota Cilegon dengan alasan rapat tertutup.

“Saya tidak mengerti dasar apa kita disuruh keluar, padahal masyarakat perlu mengetahui hasil rapat hari ini,” ujar Aan, salah seorang wartawan Fokus Priangan yang mengaku diusir saat peliputan tersebut.

Ketua Komisi IV Erik Airlangga mengatakan bahwa bukan tujuan mereka untuk mengusir awak media, melainkan untuk menyamakan persepsi terlebih dahulu dan nanti setelah rapat selesai Ketua DPRD akan memberikan penjelasan.

“Gak ada yang ditutupilah. Cuman, memang intinya gini, takut ada bahasa yang belum mateng wartawan menangkapnya berbeda. Nanti bisa jadi masalah lagi,” katanya.

Berdasarkan hasil rapat tesebut, pihak Linggar Jati dan pihak yang diberi tugas oleh Dinas Perhubungan, keduanya sama-sama dinonaktifkan terlebih dahulu dalam pengelolaan parkir  karena jika salah satu pihak diberikan pengelolaan nanti akan menimbulkan masalah dari pihak lainnya.

Pengusiran awak media saat meliput itu sendiri adalah sebuah pelanggaran terhadap UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pada BAB VIII, Pasal 18, tentang Ketentuan Pidana butir (1) disebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”

Selain melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, oknum pegawai ini juga melanggar Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. (Wawan/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan