Diduga Penyebab Banjir Bandang, Penambangan dan Pembalakan Liar Kembali Jadi Sorotan

Ramzy
8 Jan 2020 16:02
3 menit membaca

SERANG (SBN) — Banjir bandang yang melanda kawasan Lebak, Banten, pada awal tahun 2020 ini, menurut pengamat lingkungan Mad Haer Efdendi adalah karena kerusakan lingkungan akibat pembalakan dan penambangan liar yang sudah lama berlangsung.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten Eko Palmadi mengakui menangani pertambangan ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tidak mudah, bahkan sebelumnya pernah diusut oleh Polda Banten, namun mengalami kebuntuan.

“Dulu polda Banten yang mengusut, kita ngikut saja karena itu sudah pelanggaran undang-undang (UU) sehingga penanganannya unit yang menyelenggaranakan hukum,” ucapnya usai rapim di Pendopo Gubernur, KP3B, Kota Serang, Selasa (7 Januari 2020).

Berbagai upaya, menurutnya, sudah dilakukan, akan tetapi gagal lantaran banyaknya masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan liar.

“Ini pengalaman pribadi tahun 2003, jauh sebelum jabatan sekarang. Saat itu kita mau lakukan operasi. Kita membawa polisi, bawa tentara, bawa Satuan Pamong Praja (Satpol PP), tetapi begitu sampai sana ada ribuan orang menghadang bawa golok. Terus bagaimana coba? Kalau ditembaki nanti jadi masalah HAM, terus mau diapain coba?,” ucap Eko.

Eko menambahkan, pertambangan ilegal di TNGHS memang saat ini menjadi sorotan lantaran bencana banjir bandang tersebut. Banyak pihak menduga, aktivitas pembalakan dan penambangan liar adalah sebab utama bencana tersebut. Akan tetapi, menurutnya dugaan tersebut perlu dikaji karena aktivitas penambangan dan pembalakan tersebut sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan.

“Penambang liar atau gurandil sudah dari bertahun-tahun, tapi baru sekarang kan ada banjir bandang. Jadi, perlu dikaji kembali, mungkin adanya musibah ini sekarang, ya, sudah akumulasi,” tuturnya.

DESDM Provinsi Banten sendiri, lanjutnya,  sudah melakukan pemetaan terkait aktivitas sejumlah penambang liar di Banten. Berdasarkan catatan, ada sekitar 100 lubang tambang di kawasan TNGHS.

“Dari 100 lubang tersebut, setiap lubangnya tidak kurang terdapat 5-10 orang penambang yang melakukan penggalian, belum lagi ada yang di-shift,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Banten Husni Hasan mengatakan, TNGHS merupakan kewenangan pusat, bukan provinsi.

Husni menambahkan, saat ini pihaknya tengah berupaya mencari cara merehabilitasi lahan-lahan yang kritis akibat longsor, erosi, dan lainnya.

“Memang saat ini penambangan dan pembalakan ilegal diduga salah satu penyebab banjir bandang tersebut. Kalau melihat satelit, memang keliatan tuh ada tenda-tenda biru,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, penyebab sementara yang ia ketahui, bencana tersebut bersumber dari hutan-hutan yang semakin berkurang dan adanya galian secara besar-besaran oleh masyarakat secara ilegal.

“Kita akan berkoordinasi mulai dari bupati, gubernur, presiden, mentri-mentri dan pimpinan Polri, dan pihak terkait lainnya,” ucapnya.

Kapolda Banten Agung Sabar Santoso yang baru saja dilantik mengatakan, masalah penambangan dan pembalakan liar tersebut menjadi salah satu prioritasnya.

“Itu salah satu prioritas untuk bagaimana penanganannya. Kita akan bahu-membahu dengan seluruh stakeholder, ini bukan hanya tanggung jawab polisi karena permasalahan ini sudah lama,” ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni menyatakan akan segera memanggil dinas terkait, tetapi saat ini sedang berfokus melakukan tanggap darurat.

“Memang perlu ditindaklanjuti. Sesuai kewenangan provinsi, kami akan terus mengawasi terkait perizinan tambang,” ujarnya. (Hendra/Atm)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan